14 Mar 2019
  Humas Berita, Kebudayaan,

Gerbang Praja, Upaya Peningkatan Pemahaman Aksara Jawa

Yogyakarta (14/03/2019) jogjaprov.go.id – Dalam Rangka memperingati Hari Kesatuan Gerak PKK ke-47, Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar acara sarasehan mengenai program Restorasi Sosial Gerbang Praja (Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa) dengan sub-tema 'Menggugah Rasa Sithik Edhing Kanthi Aksara'.

Bekerjasama dengan Dinas Sosial DIY, acara tersebut digelar pada Kamis (14/03) di Bangsal Wiyotoprojo, Komplek Kepatihan, Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X selaku Wakil Ketua I TP PKK DIY, Drs. Untung Sukaryadi, MM selaku Kepala Dinas Sosial, Prof. Manu Widyo Saputro selaku filosof aksara jawa, Rio Bimo Guritno selaku narasumber, dan seluruh anggota TP PKK seluruh DIY.

Dalam sambutannya, GKBRAy A Paku Alam X mengajak anggota TP PKK DIY untuk mengenali aksara jawa. Beliau menyatakan bahwa banyak orang hanya dapat menyebutkan aksara jawanya saja namun tidak dapat menuliskannya. GKBRAy A Paku Alam X juga menginginkan semua pengumuman yang ada di papan pengumuman Pura Pakualaman diganti menggunakan aksara jawa agar dapat menggugah masyarakat untuk mempelajari aksara jawa.

“Monggo kita menggunakan bahasa Jawa dan aksara jawa, karena di era globalisasi ini siapa lagi kalau bukan kita yang nguri-uri kabudayan aksara jawa ini,” ungkap Gusti Putri.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial DIY Drs. Untung Sukaryadi, MM, menyampaikan bahwa alasan diadakannya program restorasi sosial ini agar budaya jawa yang ada di Yogyakarta, terutama aksara jawa tidak hilang. Maka dari itu, dibentuklah Gerbang Praja (Gerakan Bangga Penggunaan Aksara Jawa) untuk mengembalikan budaya jawa seperti semula.

Anggapan bahwa belajar aksara jawa itu marjinal, disebut Untung, karena dianggap tidak menjanjikan dan lebih memilih belajar pelajaran lain yang dianggap dapat bermanfaat untuk profesinya kelak. Selain itu, aksara jawa selama ini hanya digunakan untuk menulis bahasa Jawa saja sedangkan untuk bahasa Jawanya tidak pernah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan hilangnya kebiasaan masyarakat jawa dalam menulis aksara jawa.

Pada acara tersebut, filosof aksara Jawa Manu Widyo Saputro turut mengungkapkan, pada masa Jawa Kuno aksara jawa berjumlah 48 aksara. Pada abad ke-17 para sunan menggunakan aksara tersebut untuk berdakwah, kemudian aksara tersebut disederhanakan menjadi 20 aksara.

Sementara itu, Rio Bimo Guritno yang menjadi narasumber pada acara tersebut mengatakan, di era milenial ini kemajuan teknologi mungkin akan berdampak pada aspek-aspek kehidupan budaya. Ia beranggapan bahwa kemajuan teknologi terutama teknologi informasi bukanlah musuh dari proses pelestarian budaya, justru menjadi strategi sebagai alat untuk mempublikasikan kekayaan khasanah budaya Jawa dan kearifan-kearifan lokal mengingat generasi sekarang tidak dapat lepas dari ponsel pintarnya.

Dengan diselenggarakannya Program Restorasi Sosial Gerbang Praja ini diharapkan dapat membangun generasi istimewa yang berbudaya serta beretika jawa. (*/vl)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: