26 Sep 2022

Andhika Mahardika Tingkatkan Nilai Produk Lokal Melalui Agradaya

Yogyakarta (26/09/2022) jogjaprov.go.id - Andhika Mahardika menamatkan pendidikan Teknik Mesin di Universitas Diponegoro. Namun, dia lebih memilih karir menjadi petani dan memberdayakan petani di sekitarnya. Sejak 2013, Andhika dan istrinya, Asri Saraswati mengembangkan Agradaya dan memilih Jogja sebagai lokasinya untuk berkarya. Asri sendiri juga tidak memiliki latar belakang pertanian, dia merupakan lulusan Teknik Kimia Universitas Teknologi Malaysia.

Agradaya berada di Desa Sendangrejo, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Agradaya adalah perusahaan sosial yang mengembangkan sumber daya desa dalam sektor pertanian. Sebelum yakin membangun Agradaya, Andhika dan istrinya  sempat melakukan perjalanan selama dua bulan di wilayah Jawa dan Bali. Perjalanan itu mereka tempuh demi mendapatkan pengalaman dan menambah pengetahuan tentang desa dan pertanian.

Agradaya lahir pada tahun 2014, bermula dari mengembangkan potensi lokal yang ada di Minggir, yaitu beras merah. Setelah berjalan dengan baik, Agradaya mulai mengembangkan emping melinjo. Semua dikerjakan bersama dengan masyarakat sekitar dan bahan-bahan lokal.

Seiring dengan berjalanya waktu, tahun 2016 Agradaya mulai mengembangkan produk berbahan rempah-rempah. Produk inilah yang menjadi unggulan hingga saat ini. Produk rempah mulanya berasal dari Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo.  “Kunyit itu ketika di masa panen raya, ketika dijual di tengkulak harganya lumayan murah Rp1000-2000 per kg. Di sisi lain kami juga melihat seharusnya ketika produk dikembangkan  secara olahan produknya, dikemas dengan secara baik, kemudian dengan standar yang baik, ini bisa memberikan nilai tambah ke petani,” terang Andhika ketika ditemui Senin (22/08) di Agradaya.

Saat ini Agradaya menaungi 3 kelompok tani di Minggir dan Kulon Progo dengan total kurang-lebih 130 petani. Andhika dan istri juga memberdayakan 20 ibu rumah tangga untuk memproduksi emping. Agradaya bisa menghasilkan berbagai produk yang dijual skala nasional dan ekspor. “Kami berpikir untuk bisa menciptakan teknologi yang inklusif artinya petani menjual mentah utuh dengan harga yang murah, ini bagaimana caranya supaya petani bisa melakukan peningkatan nilai jual produk melalui pendekatan teknologi,” ungkap Andhika.

Lama tinggal di Yogyakarta dan berinteraksi dengan masyarakat, menjadikan suami istri ini dekat dengan masyarakat. “Akhirnya saya sama istri merasakan memang tinggal di Jogja menjadi jalan hidup yang seterusnya. Artinya yang untuk berkeluarga, tempat tinggal, untuk tempat usaha,” terang Andhika.

Andhika betah tinggal di Yogyakarta karena masyarakatnya yang masih sangat toleran. Selain itu, Yogyakarta menyuguhkan gaya hidup yang seimbang dan nyaman. “Yang saya suka atau saya lebih nyaman Jogja adalah mereka punya keseimbangan. Jadi tidak hanya mencari finansial setinggi-tingginya, tapi yang masih sangat kuat dalam unsur sosial, spiritual, emosional,” lanjutnya.

Masyarakat desa hidup dengan semangat gotong-royong dan guyub rukun. Banyak aktivitas yang masih menjaga tradisi dan budaya lokal. Andhika bercerita bahwa memang masyarakat Yogyakarta sudah memiliki keseimbangan yang mereka ciptakan. “Artinya kalau mungkin di metropolitan, di Jakarta  selalu yang menjadi top of mind adalah cuan dan cuan. Sementara di sini adalah keseimbangan malah justru yang paling tinggi adalah unsur spiritualnya. Di sini banyak sekali masih melakukan itu terutama ketika misalnya panen, ada acara menggunakan semacam sedekah bumi atau ruwatan,” tambahnya.

Dukungan dari banyak komunitas, kelompok masyarakat, dan stakeholder memudahkan Agradaya berkembang. Banyak yang membantu tanpa harus dibayar atau menuntut imbalan. Andhika berharap pemerintah terus memberikan dukungan, terutama kepada anak muda untuk mengembangkan pertanian dan mempertahankan kearifan lokal daerah. “Saya berharap mungkin dari Gubernur, bahwa perlu ada inisiatif yang berbasis kelokalan dengan melibatkan berbagai macam sektor  untuk mengamankan generasi muda untuk nantinya ketika mereka besar tidak pindah atau keluar dan mereka bisa menguatkan inisiatif berbasis kedesaan. Jadi dari Dana Keistimewaan atau APBD yang bisa banyak di-support untuk menumbuhkan inisiatif anak muda untuk memulai sesuatu yang ada di desanya atau di daerahnya,” harap Andhika. (Wd)

 

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: