16 Jun 2022
  Humas DIY Berita,

Bhumi Jogja Istimewa

Yogyakarta (15/06/2022) jogjaprov.go.id – Sejumlah ASN dari Bappeda DIY bersama Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY dan Paniradya Kaistimewan serta perwakilan dari biro-biro Pemda DIY melakukan kegiatan Field Trip Geoheritage dan Geopark DIY, pada Rabu pagi (15/06).
Kegiatan Field Trip Geoheritage dan Geopark DIY kali ini merupakan Trip ke-2 Tahun 2022 dengan tujuan lokasi field trip Wilayah DIY bagian selatan yaitu Bantul dan Gunungkidul, di antaranya Goa Jepang Parangtritis (Bantul), dan Geosite Gunung Ireng Pengkok (Kapanewon Patuk), Geosite Bioturbasi Kali Ngalang (Kapanewon Gedangsari), serta Wanagama (Kapanewon Playen) Kabupaten Gunungkidul.
Bertolak dari halaman parkir timur Bangsal Kepatihan Danurejan Yogyakarta, rombongan memulai perjalanan pertama menuju ke Goa Jepang Parangtritis. Di tempat ini peserta field trip menerima penjelasan materi mengenai Babad Bhumi Jogja yang disampaikan oleh Pusat Studi Geoheritage dan Geopark UPNV Yogyakarta dan Ketua Jaringan Geopark Indonesia, Ir. Budi Martono, M.Si.


Selesai menerima materi tentang Babad Bhumi Jogja, rombongan melanjutkan perjalanan kedua menuju Geosite Gunung Ireng Pengkok, yang terletak di Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Berada di lokasi kedua ini rombongan menerima materi tentang Babad Gunung Api Purba.
Gunung Ireng Pengkok dulunya merupakan sebuah gunung api di dasar laut yang diperkirakan terbentuk 18 sampai 24 juta tahun yang lalu. Pada Oktober 2020, Gunung Ireng Pengkok mendapat SK dari Kementerian ESDM sebagai Kawasan Cagar Alam Geologi yang ikut melengkapi 33 geosite yang ada di Gunungkidul.
Setelah mengunjungi Gunung Ireng Pengkok, rombongan melanjutkan tujuan perjalanan yang ketiga menuju Geosite Bioturbasi Kali Ngalang yang masih berada di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di Kapanewon Gedangsari. Di tempat ini, rombongan peserta field trip kembali menerima materi tentang Babad Peralihan dari Gunung Api Purba ke Samudera Jaya.
Dan sampailah pada perjalanan tujuan terakhir yakni Wanagama. Nama Wanagama muncul pertama kali pada 10 Juli 1966 ketika Fakultas Kehutanan UGM diberi hak untuk mengelola lahan untuk kegiatan penghijauan. Pada mulanya, Wanagama merupakan hutan gundul yang gersang.
Kini Wanagama yang memiliki berbagai bentuk topografi, lapisan batu, jenis tanah, sistem hidrologi, iklim mikro, tumbuhan dan satwa, serta potensi plot pertanaman uji, serta interaksi sosial ekonomi dengan masyarakat sekitarnya. Ini menjadikan Wanagama sebagai pusat pendidikan lingkungan, taman ilmu pengetahuan, wisata alam sekaligus hutan konvensi.
Kegiatan Field Trip Geoheritage dan Geopark DIY ini merupakan Program dari Forum Warisan Geologi DIY, wadah yang dibentuk oleh Gubernur DIY yang memiliki tugas mengkoordinasikan perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan evaluasi pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Situs Warisan Geologi di tingkat DIY. Kegiatan ini bertujuan untuk menguatkan pemahaman terhadap keistimewaan bentang alam Bhumi Jogja dan sebaran Geoheritage serta Geopark yang ada di DIY.


Analis madya kebijakan pengelolaan kebijakan infrastuktur daerah, Ibrahim Andriyanto mengungkapkan, peserta field trip hari ini adalah para ASN di lingkungan Pemda DIY. “Field trip ini selain dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat juga untuk mengenalkan dan mensosialisasikan bahwa Pemda DIY sekarang ini punya konsep geoheritage yang luar biasa.”
Menurutnya sebelum dipublikasikan keluar, paling tidak kalangan ASN PEMDA DIY harus tahu bahwa Jogja Istimewa bukan hanya dari peradaban dan sisi kebudayaannya saja tapi juga istimewa dari sisi bentukan yang ada di bawah tanah. Ia pun mencontohkan, seperti Merapi, Gumuk Pasir Parangtritis, dan Pegunungan Menoreh, semua memiliki keistimewaan geologi.
“Jadi, kami sekarang ini sedang mengawal geoheritage ini untuk dapat diusulkan menjadi geopark nasional maupun geopark dunia, mudah-mudahan ke depannya kita bisa mendapat pengakuan dari UNESCO untuk diakui bahwa Bhumi Jogja Istimewa,” terangnya.
Selain itu, Andriyanto menambahkan bahwa kita mempunyai laboratorium alam yang cukup luas tentang pengetahuan kebumian, maka diharapkan kita bisa menjadi pusat studi kebumian terkemuka di dunia. Lembaga pendidikan yang menangani kebumian ini cukup banyak ujarnya, seperti: AKPRIND, UGM, UPN serta lembaga-lembaga lain. Semuanya berkolaborasi saling bersinergi untuk mendukung bersama agar cita-cita untuk menjadi pusat studi kebumian terkemuka bisa tercapai. (fk/ad/jh)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: