29 Nov 2023
  Humas DIY Berita,

Buka KBJ VII, Sekda DIY Menggalakkan 'Gayeng Gumregut Ngrumat Basa Jawa'

Surakarta (28/11/2023) jogjaprov.go.id - Kongres Bahasa Jawa menjadi gerakan 'Gayeng Gumregut Ngrumat Basa Jawa', yang bertujuan untuk melestarikan bahasa daerah. Hal ini merupakan upaya pelestarian yang konkret, agar eksistensi bahasa daerah tidak punah atau sekadar menjadi bahasa seremonial saja.

Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono mengungkapkan hal demikian saat membacakan keynote speech Gubernur DIY dalam pembukaan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII pada Selasa (28/11) malam di The Alana Hotel, Surakarta, Jawa Tengah. KBJ menjadi kegiatan rutin 5 tahunan yang diprakarsai oleh 3 provinsi yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Pemda DIY bersama dengan lembaga, kelompok, komunitas, dan atau budayawan.

“Tantangan besar bahasa daerah di Indonesia adalah, bagaimana mempertahankan eksistensi bahasa daerah itu agar tidak punah. Jangan lagi ada kasus, dimana pengajaran bahasa daerah di sekolah lebih cenderung bersifat simbolis, tanpa mengarahkan pengajaran bahasa Jawa, misalnya, ke penanaman sikap dan disiplin untuk tetap menggunakannya. Perlu diupayakan pula, agar ada kesinambungan penggunaan antargenerasi, dengan mewariskan kepada generasi berikut,” jelas Beny.

Bahasa Jawa merupakan kekayaan yang tak ternilai dari kebudayaan Jawa dimana selama 8 abad yakni antara abad 12 sampai awal abad 20 sempat mengalami kejayaan. Dalam perjalanan sejarah kebahasaannya, bahasa Jawa juga melewati berbagai perubahan dalam ilmu linguistiknya, mulai dari periode bahasa Jawa Asli, Jawa Kawi atau Sansekerta, Jawa Kuna, Jawa Tengahan, sampai pada bahasa Jawa yang digunakan saat ini. Meskipun demikian, sejak awal abad 21, bahasa Jawa mengalami masa-masa kemunduran, baik dalam hal populasi penggunaannya oleh masyarakat Jawa sendiri, maupun dalam hal wilayah penyebarannya yang terus menyusut.

Beny menyampaikan, terdapat beberapa tanda, bahwa suatu bahasa mengalami pergeseran dan mungkin menuju kepunahan, jika pergeseran itu tidak segera diatasi. Pertama adalah bahasa itu kehilangan basis wilayah, dan dipakai oleh jumlah penutur yang semakin kecil. Sementara kedua, bahasa daerah semakin terdesak oleh bahasa nasional dan bahasa asing.

“Ketiga, bahasa daerah lebih banyak digunakan hanya di pedesaan. Keempat, mutu penggunaan bahasa daerah oleh para penuturnya semakin menurun, sebagaimana terjadi pada bahasa Jawa, ketika banyak orang Jawa sudah tidak lagi bisa menggunakan bahasa krama tengahan sekalipun di dalam kalangan komunitas Jawa sendiri,” kata Beny.

Disebutkan Beny, akibat adanya pengaruh perubahan peta geolinguistik, kedudukan bahasa daerah menjadi lemah, dan fungsinya pun termarginalisasikan. Dalam ‘persaingan’ antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia serta bahasa asing, banyak petunjuk mengisyaratkan, bahasa Jawa akan makin kalah bersaing.

“Dari sudut pandang kepentingan nasional, di satu sisi kekalahan ini dapat dilihat sebagai sesuatu yang mempererat tali persatuan bangsa. Namun di sisi lain, tentu itu merupakan kondisi yang sangat disayangkan, sebab yang menjadi harapan kita adalah bagaimana agar bahasa Jawa dapat berdiri sama tinggi dengan bahasa Indonesia,” ujar Beny.

Beny menuturkan, pada gelaran KBJ III, pihaknya pernah memberikan contoh dua kasus terkait keberhasilan dan kegagalan dalam upaya mempertahankan bahasa daerah yang dirasa masih relevan untuk dijadikan sebagai catatan dan pembelajaran bersama. Dua kasus tersebut yakni kasus kegagalan upaya mempertahankan bahasa Irlandia dan contoh kasus keberhasilan mempertahakan bahasa Ibrani di Israel.

Bahasa Inggris menjadi saingan utama bahasa Irlandia. Upaya mempertahankan keberadaan bahasa Irlandia ini dilakukan dengan mengajarkannya di sekolah-sekolah. Akan tetapi ternyata upaya tersebut gagal, lantaran kalah dengan bahasa Inggris, sehingga bangsa tersebut memutuskan meninggalkan bahasa etniknya dan beralih ke bahasa Inggris.

Sementara dalam kasus bahasa Ibrani, pada akhir abad ke-19 bahasa Ibrani keadaannya jauh lebih buruk daripada bahasa Jawa saat ini. Namun karena upaya sekuat tenaga dikerahkan untuk menghidupkan kembali bahasa tersebut, maka bahasa Ibrani dapat berkembang lagi melalui beberapa upaya yang telah ditempuh. Seperti pembentukan rumah tangga berbahasa Ibrani di rumahnya sendiri; pembentuk kelompok-kelompok tutur Ibrani; pembinaan di sekolah-sekolah; penerbitan surat kabar berbahasa Ibrani modern; penyusunan kamus bahasa Ibrani kuno dan modern, serta pembentukan Dewan Bahasa.

“Dari kedua contoh tersebut dapat dipetik hikmah, upaya melestarikan suatu bahasa akan mustahil, jika tanpa menggunakan bahasa tersebut dalam komunikasi sehari-hari. Di Lampung, Yogyakarta, dan Bali, nama-nama jalan ditulis dalam aksara daerah, dengan maksud untuk melestarikan bahasa daerah. Akan tetapi naif, bila kita percaya bahwa hanya dengan usaha-usaha simbolis seperti itu, dapat menjurus pada keberhasilan pelestarian bahasa daerah. Sebab sama halnya dengan program-program pembangunan lainnya, dalam melestarikan Bahasa Jawa, tugas terberat sesungguhnya adalah mengajak masyarakat untuk ikut peduli dan secara konsisten ikut terlibat,” tutur Beny.

Beny pun berharap, secara nyata, KBJ VII ini dapat menjadi titik tolak dalam menjadikan ‘Gayeng Gumregut Ngrumat Basa Jawa’ (Senang Berbuat Merawat Bahasa Jawa) sebagai sebuah misi bersama. Pun menjadi awal kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat.

Pada kesempatan tersebut, bersama Sekda Provinsi Jateng, Sumarno dan Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur Eddy Supriyanto, Sekda DIY membuka gelaran KBJ VII yang diselenggarakan sejak 28-30 November 2023 di Hotel Alana Solo ini mewakili Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Secara simbolis, pembukaan KBJ VII dilakukan dengan pemukulan kenong yang ditabuh secara bersama-sama.

Selain itu, Pemda DIY melalui Dinas Kebudayaan DIY dalam pembukaan KBJ VII ini pun mempersembahkan sebuah tari berjudul Tari Golong Gilig yang bersumber dari Sumbu Filosofi Yogyakarta. Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi turut hadir mendampingi Sekda DIY dalam kegiatan ini.

Adapun tujuan utama dari penyelenggaraan KBJ VII ini adalah melakukan evaluasi dan menindaklanjuti amanah KBJ VI di Yogyakarta tanggal 8-12 November 2016 sebagai landasan ‘Gayeng Gumregut Ngrumat Basa Jawa’. Selain itu, untuk merumuskan upaya strategis menjadikan bahasa, sastra dan aksara Jawa agar mampu berkembang, baik dalam tataran geografis di tiga wilayah (Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta), maupun dalam skala nasional dan internasional serta merumuskan strategi pelindungan, pengembangan, dan pembinaan bahasa, sastra, dan aksara Jawa.

Pun kegiatan ini digelar untuk merumuskan model kelembagaan dan/atau Badan Pekerja Kongres beranggotakan Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta, untuk mengimplementasikan dan mengawal strategi dan rumusan Kongres Bahasa Jawa. Demikian pula, merumuskan sistem, model, dan jaringan pusat data bahasa, sastra dan aksara Jawa.

Jenis sidang yang dilakukan dalam KBJ VII ini meliputi sidang pendahuluan, sidang komisi, dan sidang pleno dan paripurna. Tercatat terdapat sebanyak 250 orang peserta yang mengikuti kegiatan tersebut. (Han/Ip/Rd)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: