18 Sep 2023

Intip Karya Inspiratif Seniman Difabel DIY Dalam Gegandengan

Yogyakarta (18/09/2023) jogjaprov.go.id - Pameran bertajuk Suluh Sumurup Art Fest (SSAF) dengan tema Gegandengan resmi dibuka di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada Kamis (14/09/2023). Sebanyak 159 karya seni baik dua dimensi maupun tiga dimensi dari 8 komunitas disabilitas DIY dengan total 50 peserta dipasang dan bisa intip serta dinikmati hingga Jumat (22/09/2023).

Adapun delapan komunitas yang turut serta dalam pameran ini yakni AndArt, ba(WA)yang, Eco Diffa, JDA, Kembang Selatan, Para Rupa, Potads, dan Sayap Ibu. Budi Sukri Dharma, Nano Warsana dan Budi Irwanto didapuk menjadi kurator dalam pameran luar biasa dengan muatan makna lebih besar daripada aya yang terlihat mata. Selama pameran, hadir pula sejumlah stand UMKM, pementasan potensi, workshop dan diskusi.

Kekurangan bukanlah sebuah halangan untuk berkarya. Hal ini tercermin dari apa yang dilakukan Puji Lestari, seorang seniman difabel asal Gunungkidul yang menjadi peserta pameran. Tiga karya yang dipamerkannya terinspirasi dari anaknya dan pengalaman hidupnya. “Saya punya banyak uneg-uneg lalu saya sampaikan lewat lukisan. Baru awal 2021, saya belajar menggoreskan tinta di kanvas hingga sekarang,” ujar anggota komunitas Kembang Selatan ini

Salah satu pelaku UMKM difabel, Endang Sundayani, pemilik kerajinan Sred mengaku meskipun banyak hasil rajutan dari luar, namun hanya ditempatnya aneka rajutan dibuat dengan penuh cinta. Tidak hanya memasarkan produknya sendiri, wanita berkursi roda asal Bandung yang telah lama menetap di Yogya ini juga membantu mengenalkan memasarkan produk kerajinan dari difabel lainnya seperti tas kulit ikan Pari, dompet dan sebagainya.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Lakshmi Pratiwi menuturkan seni harus inklusif sehingga memperkaya potret kebudayaan di DIY ”Ruang melalui pameran ini sebagai bagian untuk mewujudkan inklusivitas seni itu, agar tercipta kreativitas yang lainnya," katanya.

Ketua Jogja Disability Art Sukro Budhi Dharma yang akrab disapa Butong mengatakan pameran Sukuh Sumurup ini diikuti beragam seniman penyandang disabilitas. Pameran ini menjadi wadah para penyandang disabilitas untuk berkarya karena selama ini karya-karya dari mereka cenderung dipendam.

"Kami melihat potensi teman-teman disabilitas ini belum terlihat. Makanya kami menggunakan kata-kata Suluh Sumurup. Kata sumurup merupakan kata dari bahasa Sansekerta yang berarti melihat. Nilai luhur sudah diajarkan dari nenek moyang yang memanusiakan manusia,” papar Butong yang juga merupakan kurator pameran tersebut.

Kepala TBY Purwiati menyatakan pihaknya memberi ruang untuk mewujudkan cita-cita luhur SSAF, membangun kekuatan bersama untuk maju. Kegiatan ini merupakan salah satu program tahunan TBY, yang dikhususkan bagi penyandang disabilitas pelaku seni di DIY dan baru pertama kalinya digelar di TBY.

“Selain karya- karya perorangan dan komunitas, SSAF kali ini juga memamerkan karya-karya kolaboratif penyandang disabilitas dengan seniman non difabel. Serta, mengakomodir penyandang disabilitas pelaku seni yang belum terbaca atau tidak terpetakan dalam dunia seni pamer,” ungkapnya.

Satu satu kurator, Nano Warsana menjelaskan tema yang diusung dalam pameran ini secara harfiah berarti bergandengan. Dalam konteks lebih luas, bermakna kebersamaan. Tema ini digagas sebagai upaya mengedepankan spirit kebersamaan, kerjasama, kolaborasi dan solidaritas sesama penyandang disabilitas pelaku seni dengan masyarakat secara umum.

“Seni mampu membongkar sekat-sekat karena memiliki bahasa yang universal dan inklusif. Lewat seni, kita diajak untuk merenungkan keberadaan kita sebagai manusia sekaligus menimbang kehadiran pihak lain. Seni bisa menyingkap kesalahpahaman terhadap disabilitas seraya menguatkan keberadaan penyandang disabilitas,” tuturnya.

Kurator lainnya, Budi Irawanto menambahkan tema Gegandengan tidak saja merangkum keragaman karya dan gaya, tapi juga membuka kemungkinan ruang artistik yang lebih inklusif.” Keragaman itu, kita temukan penghormatan pada perbedaan dan pengakuan terhadap keunikan. Dengan demikian, tema Gegandengan tak hanya menjadi panduan kuratorial, melainkan dihayati sebagai ‘etos’ kerja dalam penyelenggaraan pameran Suluh Sumurup,” tandasnya.

Sementara itu, ajang pameran seni rupa yang melibatkan sejumlah seniman difabel ini mendapatkan apresiasi dari beberapa pengunjung. Seperti disampaikan tiga pelajar bernama Kumala, Sheila dan Letty dari SMK N 7 Yogyakarta. Usai berkeliling melihat pameran tersebut, ketiga siswi ini sangat kagum dan mendapatkan inspirasi dari karya-karya seni yang ditampilan, “ Pamerannya keren banget dan bagus. Pamerannya juga bisa menjadi inspirasi bagi kami dan mengambil beberapa tema yang menarik,” ucap mereka.

Senada, dua mahasiswi dari UNY bernama Amrina dan Fitriani menyebut pameran Suluh Sumurup ini sangat sederhana namun sangat bermakna. Banyak hasil kreasi dan tampilan karya seniman disabilitas disini yang mampu memberikan inspirasi bagi banyak orang. “ Kami sangat terkesan (pada pameran ini) dan bisa menginspirasi banyak orang. Mudah-mudahan bisa menghasilkan karya seperti ini,” kata Fitriani (Fn/Im/Sd/Hr)

Bagaimana kualitas berita ini: