01 Des 2022
  Humas DIY Berita,

Ketahanan Keluarga Harus Diperkuat

Yogyakarta (01/12/2022) jogjaprov.go.id – Lima puluh persen pengidap HIV AIDS di Indonesia adalah  kalangan remaja. Angka tersebut menunjukkan ketahanan keluarga masih belum terlalu baik, sehingga perlu penguatan.

Demikian disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (P3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi pada Talk Show bertema ‘Satukan Langkah Cegah HIV, Semua SETARA Akhiri AIDS’ yang digelar Kamis (01/12), secara daring melalui live streaming Youtube DP3AP2 DIY. Talk show yang diinisiasi oleh Dinas P3AP2 DIY tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari AIDS Tahun 2022.

“Masa remaja ini masih menjadi tanggung jawabnya orang tua. Berarti ketahanan keluarganya memang belum baik sehingga mengakibatkan jumlah ini. Kenapa kok kemudian kita harus sangat memperhatikan remaja? Supaya tidak terlibat di dalam pergaulan-pergaulan yang menyimpang, melakukan hal-hal yang menyimpang,” tutur Erlina.

Pada paparan materi mengenai ‘Pencegahan HIV AIDS melalui Ketahanan Keluarga’, Erlina mengatakan, setiap keluarga tidak pernah terlepas dari permasalahan bahkan masalah yang dihadapi semakin kompleks, termasuk masalah kesehatan yakni HIV AIDS. Oleh karenanya, keluarga sebagai unit terkecil di masyarakat, menjadi unsur pertama yang harus menjalankan fungsi dan perannya dalam mencegah, menangani, dan menghadapi masalah kesehatan tersebut sehingga setiap keluarga harus memiliki ketahanan yang baik.

Diutarakan Erlina, ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan menanggulangi masalah yang dihadapi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keluarga dengan ketahanan yang baik akan berdampak pada Resiliensi Keluarga, yakni kemampuan beradaptasi terhadap permasalahan yang terjadi pada keluarga.

Erlina menyebutkan, ciri keluarga resilien diantaranya ialah kompeten dengan pengambilan keputusan yang cepat; mampu mengatasi situasi yang tidak dikehendaki; dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang tiba-tiba terjadi. Selain itu, juga kompeten dalam menyelesaikan masalah serta mampu memulihkan situasi yang tidak dikehendaki.

“Keterampilan ini memang tidak diajarkan tetapi setiap keluarga ini harus bisa memiliki resiliensi keluarga yang baik. Maka pemerintah kemudian menyediakan saluran-saluran belajar bagi keluarga-keluarga ini. Namanya adalah Pusat Pembelajaran Keluarga atau Puspaga. Ada di setiap kabupaten dan kota kecuali Kabupaten Kulon Progo yang masih belum,” jelas Erlina.

Di samping itu, Erlina mengungkapkan, penguatan parenting juga harus dilakukan sebagai upaya mencegah kenakalan remaja. Upaya tersebut pun demi menyelamatkan para remaja dari Triad Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) atau 3 risiko yang dihadapi remaja hingga saat ini di antaranya yaitu seksualitas atau seks bebas, narkoba, dan HIV AIDS.

Orang tua diharapkan dapat melakukan pengasuhan anak untuk mencegah perilaku kenakalan anak melalui beberapa hal yang berkaitan dengan peran-perannya. Meliputi penanaman nilai dan moral; pemberian perhatian dan kasih sayang; mengawasi tanpa pengekangan yang berlebihan; dan kesadaran dan keberanian orang tua melaporkan perilaku anak yang menyimpang.

Lebih lanjut Erlina mengatakan, HIV AIDS sendiri tidak hanya diidap orang dewasa namun juga anak-anak. Oleh karenanya, sedini mungkin, edukasi terkait HIV AIDS harus diajarkan kepada setiap anggota keluarga.

Lebih dari 90% kasus HIV AIDS pada anak disebabkan oleh penularan vertikal dari persalinan. Penularan HIV pada remaja juga perlu mendapatkan perhatian khusus karena pada beberapa kasus penularan HIV pada remaja disebabkan oleh penularan narkoba suntik dan seks bebas terutama dengan sesama jenis.

Infeksi HIV berkembang lebih cepat pada bayi dan anak. Sebesar 52% bayi dan anak terinfeksi HIV yang tidak mendapatkan pengobatan apapun dapat meninggal sebelum usia 2 tahun.

Dampak HIV AIDS pada anak memang sangat berbahaya namun stigma dari masyarakat terhadap ada lebih merusak. Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita HIV AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya.

Selain itu, stigma membuat ruang gerak ODHA terbatas dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Erlina menekankan, karenanya HIV AIDS kemudian menjadi masalah bersama sehingga diperlukan kerja sama lintas sektor dalam upaya pencegahan penularannya.

Upaya pencegahan terhadap HIV AIDS yang dapat dilakukan di antaranya yaitu meningkatkan gaya hidup sehat; memahami bahaya dan pencegahannya melalui tindakan asertif dari penyakit HIV AIDS; dan meningkatkan komunikasi antar keluarga. Demikian pula dengan menjauhi seks bebas dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Sementara itu, Pengelola Program Komisi Penaggulangan AIDS DIY Laurensia Ana Yuliastanti yang memaparkan materi mengenai ‘Upaya Penanggulangan AIDS di DIY’ mengatakan, menurut estimasi angka ODHA di Indonesia mencapai 543.100 orang di tahun 2020. Tentu angka ini sudah naik di 2022 ini. Dan di DIY sendiri total estimasinya ada 9.255 ODHA. Namun yang terpenting saat ini bagaimana capaian penanggulangannya untuk membongkar fenomena gunung es dari kasus HIV AIDS di Indonesia.

"Kondisi yang mempercepat penularan HIV AIDS ini pun mengalami pergeseran, dari yang dulunya kebanyakan karena penggunaan narkoba suntik, menjadi hubungan seks berisiko. Tahun 2022, KPA melakukan pemetaan kasus berisiko ini dan hasilnya angka transaksi seks meningkat tajam sampai 50% dibandingkan tahun 2018 lalu," jelasnya.

Ana mengungkapkan, tingginya kasus pria pembeli seks tersebut juga menjadi PR besar bagi DIY. Dan masih menjadi persoalan karena belum ada perangkat daerah yang bertanggung jawab penuh untuk mengampu persoalan tersebut.

"Pria pembeli seks tentu akan menularkan pada istri di rumah, hingga akhirnya menularkan pada anak. Mata rantai ini yang harus diputus dan strategi penanggulangannya harus diubah," imbuhnya.

Dikatakan Ana, tujuan penanggulangan HIV AIDS saat ini sesuai dengan Permenkes RI adalah tercapainya tiga zero di tahun 2030, yakni zero new HIV infection, zero AIDS related death, dan zero discrimination. Dan untuk penanggulangan HIV AIDS di DIY sendiri, terdapat beberapa upaya yang telah dan akan terus dilakukan.

"Upaya yang dilakukan adalah koordinasi lintas sektor, keterlibatan OPD dalam perencanaan penganggaran penanggulangan HIV AIDS, dan pemetaan populasi kunci untuk mengetahui kondisi terbaru. Selanjutnya, dilakukan pula kolaborasi program serta koodinasi dengan LSM dan populasi kunci untuk penanggulangannya," paparnya.

Penanggulangan HIV AIDS di DIY juga dihadapkan pada beberapa tantangan. Ana mengatakan, salah satu tantangannya ialah strategi pencegahan HIV pada usia muda belum optimal. Selain itu, masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV AIDS.

"Belum lagi masih kurang kuatnya integrasi program HIV ke dalam program perempuan, anak, kekerasan, dan gender. Panti asuhan anak juga belum disiapkan untuk menerima anak dengan HIV," imbuhnya. (Han)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: