02 Sep 2022
  Humas DIY Berita,

Mahfud MD Sebut DIY Melahirkan Banyak Ilmuwan Besar

Yogyakarta (14/09/2022) jogjaprov.go.id – DIY bagi seorang Mahfud MD adalah tempat istimewa yang memiliki wibawa keilmuan. Secara intelektual DIY merupakan tempat yang bagus bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dan banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar.

Begitu istimewanya DIY di mata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) RI Muhammad Mahfud MD. Ditemui di Kantornya, Kemenko Polhukam RI, Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat pada Selasa (23/08), Mahfud banyak menjabarkan bagaimana DIY begitu istimewa baginya. Sejumlah nama besar seperti Ebiet G. Ade, M.H Ainun Najib, Umar Kayam, dan masih banyak lagi menjadi bukti piawainya DIY mencetak orang berilmu.

Mahfud menuturkan, selama 48 tahun menetap di DIY dirinya terus mengembangkan diri dan berkarir di berbagai bidang. Bulan Februari tahun 1974 Mahfud muda menginjakkan kaki di DIY, jatuh cinta dengan daerah ini, dan memutuskan menjadikan DIY sebagai rumah.

Kultur DIY dan Madura, tanah kelahiran Mahfud, memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam hal berperilaku dan pembawaan. Sang Menteri Polhukam ini mengaku terjadi akulturasi budaya padanya saat berada di DIY. Budaya Madura yang blak-blakan dan cenderung keras pada dirinya bertemu dengan budaya DIY yang cenderung penuh dengan kelembutan. Mahfud muda merasa takjub dengan kebiasaan masyarakat DIY yang selalu saja mensyukuri kehidupan. Tidak heran, DIY menjadi salah satu dari 3 provinsi yang memiliki harapan hidup terlama.

“Campuran budaya itu membentuk karakter saya yang sekarang. Saya bisa lembut gaya Jogja dalam pergaulan tapi dalam prinsip, bisa berdebat, bisa keras. Nah, itulah beruntungnya saya,” ujar Mahfud.

Madura begitu kental dengan nuansa keagamaan, terutama pada organisasi Nahdlatul Ulama. Pun dengan Mahfud yang mengaku selama 14 tahun hidupnya di Madura. Dirinya juga sangat NU, di mana dalam beragama lebih menekankan pada rasa. Kemudian ketika berada di DIY, Mahfud mengenal Muhammadiyah.

Bagi Mahfud, Muhammadiyah sangat mengutamakan kecerdasan otak yang rasional. Mahfud muda mulai berguru dan berkawan dengan insan Muhammadiyah di DIY. Mengenal baik K.H. AR Fachrudin, K.H. Ahmad Azhar Basyir, Amin Rais, Prof. Buya Ahmad Syafii Maarif, Din Syamsudin hingga Prof. Haedar Nashir. Bahkan, Mahfud pernah menjadi asisten dosen Buya Syafii. Pun dengan Prof. Haedar Nashir, Mahfud sempat menguji disertasi ketua PP Muhammadiyah ini.

“NU dan Muhammadiyah memberi bekal kepada saya bagaimana cara mempertemukan hati dalam peribadatan NU, dan cara berpikir dalam Muhammadiyah. Semua itu terbentuk di Jogja, lalu dicampur dengan budaya Jogja tadi yang sangat kosmopolit dan intelektual. Sehingga saya melihat Jogja itu adalah rumah yang paling nyaman,” jelas Mahfud.

Lebih lanjut Mahfud mendeskripsikan keistimewaan DIY yang lain di matanya. Keberadaan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang tidak hanya sebagai seorang sultan, namun juga sebagai seorang gubernur. Keraton menurut Mahfud adalah penganut feodalisme, di mana seharusnya seseorang lebih diistimewakan. Tetapi ternyata praktek feodalisme tidak seperti itu di DIY.

“Sultan ya Sultan, pewaris feodalisme memang. Tetapi Demokratis. Feodalisme tapi Demokratis,” tandas Mahfud.

Mahfud melihat melalui sudut pandang ilmu bahwa feodalisme seharusnya tidak demokratis. Tapi hal tersebut terbantahkan dengan anugerah Indeks Demokrasi Indonesia yang diberikan pada Sri Sultan. Kesan award tersebut bagi Mahfud sangat luar bisa. Bagaimana sosok yang disebut sebagai feodal ini justru tampil secara demokratis dan sangat bersahabat dengan rakyat.

“Bagi saya Jogjakarta itu oke lah. Selalu membuat saya rindu,” tutup Mahfud. (uk)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: