01 Agt 2023
  Humas DIY Berita,

Mitigasi Bencana DIY Jadi Referensi Pelatihan Peserta ARDEX 2023

Yogyakarta (01/08/2023) jogjaprov.go.id – DIY merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi karena dilewati oleh sejumlah sesar aktif. Salah satunya adalah Sesar Opak yang memiliki potensi besar untuk memicu gempa bumi dengan magnitudo yang cukup besar.

Wagub DIY KGPAA Paku Alam X pada pembukaan ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) 2023, Selasa (01/08) di RAH, Sleman, menjelaskan, Sesar Opak berada di wilayah Kretek, Bantul sampai Prambanan, Sleman. Sesar Opak ini memiliki panjang sekitar 35 Km, dinyatakan aktif serta bersifat return periode atau periode berulang.

“Bantul merupakan salah satu daerah yang paling rawan terdampak gempa bumi besar yang pemicunya Sesar Opak. Oleh karena itu, mitigasi bencana harus menjadi prioritas utama bagi masyarakat di daerah ini,” kata Sri Paduka.

Edukasi tentang langkah-langkah mitigasi dan evakuasi harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, masyarakat lebih siap dan mampu merespons dengan tepat ketika bencana datang. Kesadaran akan potensi risiko bencana gempa bumi inilah yang harus ada pada seluruh lapisan masyarakat.

Sri Paduka mengungkapkan, peran teknologi dan inovasi dalam sistem peringatan dini dan pemantauan gempa harus ditingkatkan. Membangun infrastruktur yang tangguh dan tahan gempa juga harus menjadi fokus utama kita, tidak hanya pada bangunan-bangunan publik tetapi juga pada hunian warga.

“Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana gempa bumi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau instansi terkait saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga masyarakat. Kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sangatlah penting dalam menghadapi tantangan ini,” ujar Sri Paduka.

Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, DIY memiliki 16 potensi bencana yang mengancam, diantaranya gempa bumi dan erupsi gunung berapi. Sesar Opak yang aktif di di Bantul, dipastikan sering menjadi penyebab terjadinya gempa bumi di DIY, salah satunya gempa bumi tahun 2006 yang mengakibatkan korban jiwa lebih dari 5000 orang.

Pada Juni 2023, terjadi pula gempa di DIY dengan penyebab yang sama. Namun, dampak yang diakibatkan sama sekali tidak besar karena sudah diantisipasi sebelumnya. Oleh karena itu, ia menyebut, DIY sebagai salah satu daerah di Indonesia yang siap dalam hal mitigasi bencana.

ARDEX 2023 ini menurutnya adalah tindak lanjut dari 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) Tahun 2022 di Bali. Salah satu hasil kesepakatannya adalah Indonesia menggelar latihan penanganan bencana.

“Kita putuskan bahwa yang kita tampilkan adalah keberadaan Patahan Opak. Tidak hanya Sesar Opak saja yang menjadi masalah di Jogja, juga ada Gunung Merapi yang sangat aktif dan ada kemungkinan-kemungkinan terjadi tsunami juga karena keberadaan Jogja yang berada di tepian Samudra Hindia. Maka kami putuskan untuk memilih Jogja, karena sangat ideal untuk menunjukkan simulasi kebencanaan,” papar Menteri Muhadjir.

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto dalam laporannya menyebutkan, DIY dipilih menjadi lokasi ARDEX 2023 karena merupakan wilayah  berisiko tinggi terhadap ancaman bencana. Tercatat, gempa di DIY tahun 2006 mengakibatkan 5078 korban jiwa, dan menjadi yang terburuk sepanjang sejarah gempa di Indonesia. Selain pengalaman kejadian tersebut, DIY sebagai pusat kebudayaan memiliki kearifan lokal dalam menghadapi bencana yang perlu  diperkenalkan pada negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

ARDEX 2023 diikuti oleh sebanyak 960 peserta dari Indonesia yang merupakan perwakilan kementerian dan lembaga, pemerintah daerah serta para penggiat penanggulangan bencana dari seluruh Indonesia. Selain itu diikuti pula oleh 180 peserta perwakilan dari 10 negara ASEAN.

“Indonesia mengajak negara-negara ASEAN untuk melakukan pengarusutamaan pengaruh risiko bencana berbasis pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini merupakan salah satu langkah dalam upaya pengelolaan pengelolaan risiko bencana dengan melibatkan lintas sektor, lintas sistem, lintas skala dan batas melalui latihan simulasi kedaulatan dalam penanggulangan bencana,” jelas Suharyanto.

Ia menjelaskan, bencana merupakan salah satu ancaman nirmiliter pada generasi perang era ke-5 saat ini. Inovasi teknologi kebencanaan dalam menghadapi ancaman bencana merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan. Pun dengan aplikasi teknologi yang harus berjalan seiring dengan pemahaman terhadap kearifan dan budaya lokal sehingga insersi teknologi dalam keseharian masyarakat berdampak pada perilaku sadar bencana.

“Diharapkan Indonesia dan negara-negara sahabat di kawasan Asia Tenggara dapat melakukan sharing dan transfer ilmu pengetahuan serta teknologi di bidang bencana alam, praktek baik dan budaya lokal dalam penanggulangan bencana,” tutup Suharyanto.

Bertema “Strengthening Asean Collective Response Capacity Through National Leadership, Regional Enhancement and International Support”, acara ini digelar di dua tempat, yakni RAH dan Stadion Sultan Agung, Bantul. Hadir dalam acara tersebut, Kepala Badan Geofisika dan Klimatologi, Dwikorita Karnawati; Deputy Secretary General of ASEAN Ekkaphab Phanthavong; Chargé d'affaires, EU Delegation to ASEAN, Lukas Gajdos; Bupati Bantul Abdul Halim Muslih dan kepala-kepala OPD di DIY. (uk/ts/rd/hn/stt)

Humas Pemda DIY

 

Bagaimana kualitas berita ini: