26 Agt 2024
  Humas DIY Berita,

Nandur Srawung XI Rayakan Pengaruh Warisan Seni Rupa

Yogyakarta (26/08/2024) jogjaprov.go.id – Mengangkat tema ‘Wasiat: Legacy’, Pameran Nandur Srawung kembali hadir sejak 15-28 Agustus 2024 di Taman Budaya Yogyakarta. Dalam gelaran ke-11 kali ini, pameran ini merayakan pengaruh signifikan warisan seni rupa dari para seniman terdahulu yang telah memberikan kontribusi penting pada sejarah bangsa Indonesia dan dunia seni rupa itu sendiri.

Pameran Nandur Srawung XI ini menggali bagaimana warisan tersebut membentuk dan mempengaruhi karya serta pemikiran seniman generasi terkini dalam berbagai aspek sosial, budaya, dan artistik. Dalam pameran ini, para seniman diundang untuk mengajukan karya-karya yang mengambil inspirasi dari warisan para pendahulu, baik dalam hal pemikiran, metode berkarya, maupun gagasan artistik.

Kelima kurator pameran Nandur Srawung XI yakni Arsita Pinandita, Bayu Widodo, Irene Agrivina, Rain Rosidi, dan Sujud Dartanto, mendorong para seniman peserta untuk mengeksplorasi warisan seni dengan pendekatan yang inovatif dan personal. Tidak hanya meniru, tetapi juga menafsirkan ulang dan menghidupkan kembali pemikiran dan metode para pendahulu dalam konteks kekinian. Termasuk bagaimana seniman masa kini menghadapi isu-isu sosial, budaya, dan politik pada zamannya, serta bagaimana menggunakan medium dan teknik seni untuk menyampaikan pesan-pesannya.

Total sebanyak 81 karya dari 75 seniman ditampilkan. Karya-karya tersebut dipamerkan dengan pembagian ruang pameran berdasarkan beberapa tema besar berdasar kecenderungan utama yang dilihat per dekade dalam praktik seni rupa di Indonesia sejak pascakemerdekaan. Pertama, yaitu subtema Bangsa Merdeka dan Rayuan Pulau Kelapa (1945 – 1955) yang menampilkan karya semangat lepas dari kolonialisme dan penjelajahan terhadap keindahan alam Nusantara. Kedua adalah subtema Suara Rakyat dan Gelanggang Warga Dunia (1955-an hingga 1965) yang menyuguhkan karya mengenai gerakan sanggar-sanggar seni yang turun ke bawah (turba) dan munculnya kesadaran praktik sen sebagai bagian dari kebudayaan dunia.

Selanjutnya subtema Lantunan Lirisisme dan Perayaan Bentuk (1965-1975) yang memamerkan periode humarisme universal dan lirisisme pasca 1965. Ada pula subtema Menggali Akar dan Mendobrak Batas (1975-an hingga 1985-an) yang mempersembahkan karya tentang kembali ke gaya tradisional dan munculnya Gerakan Seni Rupa Baru.

Kemudian subtema Pengembara di Dunia Mental dan Mimbar Bebas (1985-an hingga 1995-an) menampilkan karya mengenai munculnya kecenderungan menjelajah dunia mimpi dan imajinasi dengan gaya surealis danses sebagai media protes sosial. Sementara subtema Seni Publik dan Media Baru (1995-an hingga 2005-an) memamerkan karya tentang seni rupa publik dan penjelajahan medium baru termasuk seni video dan seni instalasi, serta subtema Seni Pop dan Kampung Global (2005-2015) menyuguhkan karya perayaan budaya populer dan kedigdayaan teknologi digital yang memungkinkan interaksi global.

Pembukaan pameran Nandur Srawung XI ini secara langsung dihadiri oleh Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Dian Lakshmi Pratiwi pada Kamis (15/08) di Galeri Taman Budaya Yogyakarta. Dalam sambutannya, Dian menekankan betapa pentingnya peran pameran tersebut dalam melestarikan dan mengembangkan seni rupa di Indonesia.

“Agenda ini merupakan implementasi nilai Mikul Dhuwur Mendhem Jero. Bagian dari mana kita memaknai apa yang sudah diberikan oleh generasi penerus kita, khususnya di seni rupa. Saat ini kita berada di agenda di mana kita akan diajak berjalan meniti periode saksi sejarah. Bagaimana peran dan kontribusi seniman-seniman rupa dari dulu sampai dengan sekarang. Tentu saja itu dengan maksud dan makna yang cukup mendalam. Inilah tantangan masa lalu yang harus dihadapi masa kini. Dengan melihat dialog-dialog yang terjadi antara masa lalu dan masa sekarang,” ujar tutur Dian.

Melalui pameran yang turut didanai menggunakan dana keistimewaan ini, Dian menyebutkan pihaknya ingin mengajak masyarakat untuk menghargai karya seniman terdahulu. Lewat berbagai karya yang ada, masyarakat pun dibawa untuk melihat karya seni rupa dari berbagai generasi.

Salah satu kurator, Sujud Dartanto, menjelaskan bahwa ia bersama para kurator lainnya membutuhkan waktu hingga enam bulan untuk mengkurasi karya yang ada. Karya tidak hanya berasal dari DIY, melainkan juga dari daerah lain seperti Madura hingga Tuban.

Karya yang ditampilkan di Nandur Srawung kali ini juga terbilang bervariasi. Mulai dari karya lukisan dengan warna-warna cerah dan kekinian, hingga karya dengan warga gelap dengan kesan khas tempo dulu. Beberapa karya maestro seni juga hadir di pameran ini, seperti Djoko Pekik dan Djayengasmoro.

“Kami ingin perupa itu selalu confidence bahwa pencapaian yang ada sekarang itu tidak lepas dari pencapaian sebelumnya. Agar ke depan kualitas karya juga semakin baik," ujar Sujud.

Nandur Srawung mengusung lima nilai visi, yaitu inklusi, rekreasi, edukasi, inovasi, dan kolaborasi, pameran ini terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya atau gratis. Pameran ini dapat dikunjungi setiap hari dari pukul 11.00 hingga 21.00 WIB. (Han/Yci/Cbs/Fn/Sd/Wa/Ip/Jon/Ed/Mra)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: