14 Jan 2023
  Humas DIY Berita,

Pancasila Wajib Jadi Strategi Integrasi Bangsa

Yogyakarta (14/01/2023) jogjaprov.go.id - Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika wajib diaplikasikan sebagai strategi integrasi bangsa, bukan sekadar lambang negara. Sehingga individu memahami kemajemukan dengan bijaksana, dan mampu mewujudkan kata ‘aku’ menjadi kita.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal demikian pada Dialog Kebangsaan di Universitas Dr. Soetomo, Surabaya, pada Sabtu (14/01). Selain Sri Sultan, dialog kebangsaan bertema ‘Pancasila Sebagai Ideologi Pemersatu Bangsa’ ini juga menghadirkan Menkopolhukam Mahfud MD, Kepala BPIP Yudian Wahyudi, Stafsus Menristekdikti Abdul Wahid Maktub, dan Budayawan KH Zawawi Imron.

Sri Sultan menjabarkan, menanggapi kemajemukan, kata aku dan kamu harus dipahami sebagai bagian dari kita. Indonesia yang berbasis maritim ini memiliki begitu banyak suku dan bermacam-macam agama. Maka tidak bisa dipaksakan untuk minoritas mengikuti mayoritas. Harus ada saling melindungi pada 2 unsur mayoritas dan minoritas tersebut.



“Jika menjadi mayoritas tidak bisa lantas tidak mau menghargai yang majemuk. Jika ada penghargaan, tidak akan ada lagi asumsi bahwa orang Jawa yang dominan atau muslim dominan. Justru mereka yang dominan, harus melindungi yang justru minoritas. Itu kunci menghargai kemajemukan,” tutur Sri Sultan.

Di DIY sendiri, miniatur Indonesia benar-benar bisa dilihat melalui banyaknya suku, ras dan agama berbeda yang berkumpul. Namun, kebijakan Sri Sultan adalah, melarang siapapun yang bukan suku Jawa, untuk menjadi suku Jawa. Sultan menegaskan, tidak boleh ada identitas yang hilang pada diri masing-masing individu. Tetap menjadi suku Batak, Papua, Sunda dan lainnya yang memahami budaya DIY, tempat di mana mereka bermukim.

Tidak hanya masyarakat yang dituntut untuk memahami secara mendalam mengenai kemajemukan, pun dengan pemerintah. Sri Sultan mengatakan, persoalan ideologi semestinya sudah selesai sejak lama. Mengingat Indonesia sudah merdeka lebih dari 70 tahun, sudah sewajarnya jika masalah ideologi ini sudah tidak lagi diperdebatkan.

Oleh karena itu, Sri Sultan berharap, dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, persoalan ideologi ini tuntas diselesaikan. Siapapun nanti yang menjadi presiden di tahun 2025, sudah tidak lagi membahas persoalan-persoalan fundamental. Tentu hal ini wajib dilakukan mengingat tantangan Indonesia ke depan semakin berat.

Dalam konteks birokrasi misalnya, ASN dalam penyelenggaraan Pancasila wajib memiliki pandangan, tidak hanya berkutat pada pemikiran bagaimana tidak ada kemiskinan dan kebodohan. Namun harus ada penegasan mindset, anti kemiskinan dan anti korupsi.

“Anti kemiskinan, anti kebodohan ditambah lagi anti korupsi maupun penyalahgunaan wewenang wajib menjadi pegangan. Karena yang diambil dari konteks itu adalah keunggulan excellent berarti bicara keutamaan di dalam diri seorang manusia,” kata Sri Sultan.

Pancasila menurut Sri Sultan adalah bagaimana mengaplikasikan di dalam konteks menjadi bagian dari proses cipta, rasa, karsa dan karya manusia. Karya adalah produk budaya yang dihasilkan baik tangible maupun intangible. Kebudayaan adalah wujud nyata Pancasila dalam perilaku pola pikir di dalam membangun kesatuan bangsa.

Asumsi bahwa kebudayaan tidak bisa mensejahterakan masyarakat adalah hal yang salah. Justru melalui kebudayaan, rakyat menjadi sejahtera. “Produk kebudayaan bermacam-macam. Pada sisi tangible, ada karya manusia pada bidang teknologi misalnya. Pada sisi intangible, ada karya seni, budaya, tradisi, dan lainnya. Kultur itu masuk dalam konstitusi dihargai sebagai bagian dari kebangsaan kita,” jelas Sri Sultan.

Kehadiran Sri Sultan kali ini turut didampingi oleh Sang Istri, GKR Hemas. Tampak hadir pada acara tersebut, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ketua GIPI Ahmad Zaini dan Rektor Unisoetomo Siti Marwiyah. Tampak hadir pula jajaran Forkopimda Kota Surabaya, sejumlah akademisi, peneliti serta tokoh lintas agama. (uk/alh)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: