21 Jun 2021

Pembatasan Mobilitas Dinilai Mampu Tekan Kasus Covid-19

Yogyakarta (21/06/2021) jogjaprov.go.id – Lonjakan kasus penularan Covid – 19 beberapa hari terakhir ini membuat Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengupayakan berbagai cara untuk menemukan solusi paling tepat. Salah satunya, Sri Sultan menggelar rapat koordinasi untuk mendengarkan pendapat dari pakar kesehatan dan rumah sakit, Senin (21/06) di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Rapat ini digelar bersama para pakar epidemologi Fakultas Kedokteran UGM, RSUP Dr. Sardjito, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid – 19 sekaligus Wagub DIY, Sekda DIY, beserta Kepala-kepala OPD yang bersinggungan dengan penanganan Covid – 19. Sri Sultan berharap, melalui diskusi ini, pihak Pemda DIY akan menemukan formula yang tepat dan paling baik untuk bisa mengatasi lonjakan kasus. Hasil diskusi ini akan diolah lagi untuk menentukan langkah lebih lanjut guna mengendalikan laju pertambahan kasus. 

Ahli Epidemiologi UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MPH, Ph.D menjelaskan, peningkatan penularan yang terjadi berkaitan dengan mobilitas yang tinggi. Menurut dr. Riris cara terbaik untuk menekan laju penularan adalah dengan mengurangi mobilitas. Melalui penghentian mobilitas selama minimal 2 kali masa penularan atau sekitar 20 hari, maka akan mampu menekan penularan dengan efektif. Untuk mewujudkan hal tersebut agar kasus tidak meloncat lebih tinggi, menurut dr. Riris perlu adanya kebijakan pemerintah dengan dukungan masyarakat.

“Kenapa New Zealand dan Vietnam bisa berhasil mengendalikan laju penularan, karena mereka mau menutup atau dipaksa untuk tinggal di rumah selama periode tertentu. Dan ini juga sesuatu yang saya rasa seluruh elemen masyarakat perlu untuk mau mau melakukannya  walaupun memang berat tapi kalau kita memang ingin menurunkan penularan ya kita harus tinggal di rumah,” tekan dr. Riris.

Seperti di awal pandemi, masyarakat yang patuh mampu menekan serendah-rendahnya jumlah penularan. Logika pengurangan mobilitas ini sama dengan logika peningkatan herd immunity. Ketika 70% masyarakat sudah divaksin, maka akan terbentuk herd immunity, dimana virus akan kesulitan mencari inang untuk ditulari. Logika ini sama dengan pengurangan mobilitas 70%, akan mampu menekan lonjakan angka.

“Saya rasa seperti awal  pandemi, kita lihat masyarakat masih mau dan mampu untuk tinggal di rumah. Sekarang misalnya 70% masyarakat DIY mau tinggal di rumah selama dua kali masa penularan atau sekitar 20 hari maka seharusnya kita bisa menurunkan angka kasus ini,” jelas dr. Riris.

Lebih lanjut, dr. Riris menambahkan pembatasan mobilitas di masyarakat akan efektif untuk menghentikan transmisi di rumah. Menurut dr. Riris, lama waktu penghentian transmisi di rumah memakan waktu dua kali periode infeksi atau sekitar tiga pekan. Setelahnya sebagian besar transmisi yang sudah selesai.

Dr. Riris menambahkan, pengetatan prokes dan kepatuhan masyarkat harus kembali speerti di awal pandemi. Work From Home, School From Home dan ibadah dari rumah sudah mampu menekan. Ditambah dengan transaksi cashless atau minim kontak dan menghindari kegiatan sosial yang bersifat fisik, dengan jumlah peserta lebih dari 3 orang.

“Kalau kita bercermin di Eropa, begitu ada kebijakan untuk mengurangi mobilitas kumpulan-kumpulan di atas tiga orang pasti dihinfari dan ditindak. Ini yang harus dirumuskan bagaimana kebijakannya. Saya rasa di Pemda (DIY), itu sesuatu yang akan dipertimbangkan, tapi kalau dari sisi pengambil kebijakan mereka harus memikirkan banyak hal untuk dipertimbangkan,” ungkap dr. Riris.

Selain itu, dr. Riris juga menegaskan agar masyarakat lebih waspada dengan adanya varian baru yaitu Varian Delta. Varian Delta ini memiliki kemampuan untuk melekat lebih kuat kepada inang, sehingga penularan lebih cepat. "Sekali masyarakat lengah, maka jumlah virus yang masuk meskipun sedikit akan bisa dengan cepat berkembang biak," tutupnya. (uk)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: