11 Mei 2023
  Humas DIY Berita,

Restorasi Sosial Berbasis Budaya Jadi Upaya Perbaikan Kesejahteraan Sosial

Yogyakarta (11/05/2023) jogjaprov.go.id – Kasus kekerasan baik verbal maupun non verbal, serta kasus-kasus amoral lain saat ini menjamur terjadi di masyarakat. Hal ini menunjukan kehidupan sosial sedang mengalami degradasi, sehingga memerlukan sebuah pijakan untuk melakukan perbaikan terhadap kondisi ini.

Fenomena tersebut membuat Dinas Sosial DIY berupaya untuk melakukan restorasi sosial untuk memperbaiki keadaan. Nilai restorasi sosial tertuang dalam buku “Restorasi Sosial Berbasis Budaya Jawa-Yogyakarta dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial” dengan dukungan Dana Keistimewaan. Buku ini juga didukung dengan video dokumenter yang akan diluncurkan pada Jumat (12/05) Youtube Dinas Sosial DIY dan JiTV.

Kepala Dinas Sosial DIY Endang Patmintarsih menjelaskan, degradasi yang dialami bangsa ini mencakup degradasi sosial, moral dan kultural. Untuk memulihkan kondisi ini dibutuhkan sebuah Gerakan Restorasi Sosial. Ada 25 nilai restorasi sosial yang menjadi konsentrasi. Nilai-nilai tersebut adalah humanis, harmonis, cinta kasih sayang, sopan santun, saling menghargai dan menghormati, kesetiaan,  peduli, toleransi, semangat kebersamaan. kegotongroyongan, kekeluargaan tenggang rasa, membantu atau tolong-menolong, kerukunan, musyawarah, persatuan (golong Gilig), bertanggung jawab, kejujuran, setia kawan (solidaritas), empati, memaafkan, berterima kasih, mengalah, sabar, dan rela berkorban.

“Untuk penanganan masalah kesejahteraan sosial, pelayanan yang ada di lembaga kesejahteraan sosial ini juga dibangun dengan menumbuhkan nilai-nilai sosial, nilai-nilai budaya. Dan diharapkan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial ini bisa membuat masyarakat dilindungi dan juga memberikan masyarakat aman,” ungkapnya.

Melalui Gerakan Restorasi Sosial, budaya malu juga harus ditumbuhkan dalam masyarakat. Malu untuk berpura-pura miskin untuk menerima bantuan sosial misalnya. Melihat fakta ini, gerakan restorasi sosial kepada masyarakat memang harus ditumbuhkan.

“Harapan kami adalah Restorasi Sosial berbasis budaya Jawa dapat membangun kembali cara pikir, cara bertindak dengan filosofi dan nilai-nilai dasar yang diyakini dapat membawa kehidupan yang sejahtera bagi masyarakat,” harap Endang.

Budayawan Bambang Wisnu Handoyo mengatakan, restorasi ini merupakan sebuah gerakan besar untuk menjadikan DIY benar-benar istimewa. Kata kunci berikutnya adalah masyarakat, terutama masyarakat kota yang butuh ruang publik yang santun. Gerakan massal ini yang kemudian mengaitkan persoalan-persoalan budaya untuk kembali seperti sedia kala.

Hal ini yang menjadi perhatian-perhatian, upaya-upaya untuk bagaimana persoalan-persoalan kesejahteraan sosial terpantau. Restorasi budaya harus jadi gerakan. Upaya Dinas Sosial yang telah mengupayakan persoalan-persoalan restorasi sosial ini menurut Bambang Wisnu memang patut diapresiasi.

Internalisasi budaya atau ketahanan budaya itu harus diimbangi dengan regulasi yang ada sanksinya terhadap pelanggaran dari regulasi itu. Munculnya kewajiban itu kadang-kadang karena dipaksa dan ada hal-hal yang “menakutkan”.

“Saya sangat setuju ketika Dinas Sosial mencoba mengupayakan ini dalam format Gerakan. Jadi ketika kita mau meraih Undang-Undang Keistimewaan itu, masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta bergerak untuk meraih Undang-Undang Keistimewaan itu,” tegas Bambang Wisnu.

Akademisi UNY Prof. dr. Suwarna Dwijo Nagara, M.Pd menuturkan, DIY memiliki budaya tinggi yang mendukung keistimewaan. Sistem harmoni dalam kemasyarakatan menjadi cita-cita yang sudah sejak awal Mataram Islam didirikan oleh Panembahan Senopati. Hal ini jelas tertuang dalam  tembang yang dikarang oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama tembang Sinom.

Inti dari harmoni atau kesejahteraan itu karena punya cita-cita tadi, Amemangun Karyenak Tyasing Sasama. Perilaku kita, kemudian perkataan kita, ucap dan patrap kita itu hanya untuk menyenangkan orang lain sehingga terjadi harmoni. Sehingga terjadi keselarasan, keseimbangan dan kedamaian.

“Restorasi Sosial berbasis budaya Jawa - Yogyakarta ini juga bersifat preventif. Artinya bertujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat baik yang tua atau senior, kemudian yang muda bahkan yang belia untuk dapat memiliki Pendidikan, pengetahuan tentang Kebudayaan Yogyakarta sehingga terjadi harmoni,” ungkap Suwarna.

Dengan bercita-cita ucap dan sikap untuk Karyenak Tyasing Sasama, maka bisa mencegah penyimpangan perilaku-perilaku sosial. Harapannya sekali lagi dengan menginternalisasi nilai-nilai budaya di Yogyakarta ini diharapkan generasi itu akan senantiasa bercita-cita, kemudian berperilaku, berpikiran yang Karyenak Tyasing Sasama.

Sementara itu, agamawan dan takmir Masjid Jogokariyan, Ustadz Muhammad Jazir mengungkapkan, pada tahun 1970 hingga  1980, perilaku sosial masyarakat masih sangat terasa. Misalnya di jalan Jogokaryan ini, setiap Pahing orang-orang kampung di sini mengeluarkan kendi berisi air bersih/air matang. Hal ini karena akan banyak blantik-blantik hewan yang berjalan kaki menggiring sapi untuk dibawa ke Pasar Kuncen, sehingga dikhawatirkan mereka akan kehausan.

Banyak lagi hal lain yang dilakukan untuk menunjukan empati terhadap orang lain. Meskipun jika dilihat saat ini semua serba terbatas, tetapi tata pikir ini tetap bisa disesuaikan a dalam kehidupan sosial. Pemerintah bisa mengambil alih seperti adanya WC umum, fasilitas air minum, tempat berteduh dan lainnya.  

“Fasilitas sosial harus tersedia dan menjadi budaya. Itu yang namanya Restorasi Sosial. Artinya mengembalikan tata nilai sosial masyarakat seperti pada saat ideal. Saat negara ini bersama-sama menjadi cita-cita ingin membangun sebuah cita-cita negeri yang seperti itu,” jelas Ustadz Jazir.

Ia menambahkan, keganasan kapitalisme membuat banyak orang terpinggirkan. Banyak orang mengalami penyisihan sosial, menjadi orang-orang marjinal yang tidak bisa bertahan hidup. Saat ini adalah bagaimana semua kebijakan itu memiliki tata nilai sosial yang tercermin di dalam tata pikir dan tata perilaku.

“Teknologi dan kemajuan ini justru mempermudah melaksanakan nilai tidak boleh menggerus nilai-nilai yang ideal tadi. Jadi kita sangat berharap semua pihak turut mempertahankan kondisi sosial yang ideal sehingga Yogyakarta itu masih menjadi tempat yang membahagiakan bagi hidup masyarakat di tengah berbagai kesulitan yang dialami,” pungkas Ustadz Jazir. (uk)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: