13 Jul 2022
  Humas DIY

Sengguh, Tema Selasa Wage untuk Tunjukan Eksistensi Budaya DIY

Yogyakarta (12/07/2022) jogjaprov.go.id - Gelaran Selasa Wagen kembali memeriahkan kawasan Malioboro setelah dua tahun hanya diselenggarakan secara daring dan terbatas karena pandemi. “Hari ini kita memulai lagi aktivitas Selasa Wagen, dalam rangka untuk memetri, melestarikan, mengembangkan dan memajukan kebudayaan,” ungkap Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kadarmanta Baskara Aji saat membuka Selasa Wagen (12/7) di Plaza Monumen Serangan Umum 1 Maret, Gondomanan, Kota Yogyakarta.

Selasa Wagen hadir untuk menghibur masyarakat Yogyakarta sekaligus untuk menampilkan beragam potensi seni dan budaya di Yogyakarta. “Kangen Selasa Wagen adalah bagian kita mengaktifkan kembali pentas performing street art di sepanjang kawasan Malioboro-Margomulyo-Pangurakan. Salah satunya di ujung titik ini kita akan menampilkan potensi 76 Desa Budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sore hari ini ada 11 Desa Budaya (yang tampil)," terang Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi, SS, M.A.

Desa Budaya yang mendapatkan kesempatan tampil pada Selasa Wagen dengan tema Sengguh ini adalah Desa Budaya Hargomulyo-Kulon Progo, Widomartani-Sleman, Muntuk-Bantul, Parangtritis-Bantul, Kemadang-Gunungkidul, Sukoreno-Kulon Progo, Sendang Agung-Sleman, Girisekar-Gunungkidul, Semanu-Gunungkidul, Srimulyo-Bantul, Sidoluhur-Sleman.

"Tema Sengguh kami ambil menjadi salah satu tema untuk hari ini. Seperti kita tahu sengguh adalah salah satu dari rangkaian Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh. Bagian dari filosofi Daerah Istimewa Yogyakarta yang khusus sengguh berarti percaya diri yang tentunya tidak mengarah pada kesombongan. Percaya diri yang kami maknai adalah suatu sikap yang kemudian kita kuatkan di dalam era pandemi, yang semoga akan segera berakhir. Percaya diri terhadap eksistensi kebudayaan, dan percaya diri terhadap kemajuan kebudayaan di DIY,” ungkap Dian.

Budaya tidak hanya dimaknai sebagai seni, karena kesenian hanyalah salah satu ekspresi dari budaya. Dalam sambutannya Aji menekankan bahwa Desa Budaya bukan semata-mata dimaknai sebagai Desa Seni. "Perlu kita pahami, yang kita kembangkan dan coba lestarikan dan selalu diberikan motivasi kepada teman-teman di Desa Budaya jangan sampai pengertiannya kemudian adalah Desa Seni, karena ini Desa Budaya. Kalau kemudian ada ekspresi seni yang kita kemas dalam bentuk pentas seni itu bagian dari aktivitas Desa Budaya,” tuturnya.

Aji menerangkan bahwa yang sesungguhnya diharapkan adalah desa-desa budaya di seluruh DIY bisa mengimplementasikan kebudayaan baik dari sisi seni maupun dari sisi yang bukan seni. Sehingga dalam setiap segi kehidupan, seperti dalam aktivitas sehari-hari selalu tercermin budaya setempat, budaya Jawa, dan budaya Yogyakarta. Hingga akhirnya bisa dilestarikan, kembangkan dan majukan.

Desa Budaya sendiri, pengertiannya adalah wahana sekelompok manusia yang melakukan aktivitas budaya yang mengekspresikan sistem kepercayaan (religi), sistem kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi, sistem komunikasi, sistem sosial, dan sistem lingkungan, tata ruang, dan arsitektur dengan mengaktualisasikan kekayaan potensinya dan menkonservasinya dengan saksama atas kekayaan budaya yang dimilikinya. Terutama yang tampak pada adat dan tradisi, seni pertunjukan, kerajinan, dan tata ruang dan arsitektural.

Untuk itu, gelaran Selasa Wagen tidak hanya menampilkan pertunjukan seni saja. Juga ada stand-stand Desa Budaya yang diwarnai dengan potensi daerah masing-masing. Mulai dari makanan, kerajinan tangan, batik dan ecoprint serta produk-produk unggulan lainnya. “Di kemudian hari tentu kita ingin meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui Desa Budaya,” ungkap Aji.

Selain gelaran seni Desa Budaya, Selasa Wage turut dimeriahkan dengan sajian musik keroncong, musik campursari, wanita berkebaya, aneka workshop dan klinik aksara Jawa. (Wd/Ht/Hk)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: