22 Sep 2023

Sumbu Filosofi Modal Utama Sejahterakan Masyarakat DIY

Yogyakarta (21/09/2023) jogjaprov.go.id - Perjalanan panjang Sumbu Filosofi Yogyakarta yang dimulai sejak 9 tahun lalu berakhir 'happy ending' dengan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 18 September 2023. Keberhasilan luar biasa Sumbu Filosofi ini dapat dimanfaatkan sebagai modal utama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat DIY.

Sekretaris Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY Cahyo Widayat mengakui tugas berat menanti pasca penetapan Sebab tujuan utamanya bukanlah penetapan, melainkan pelestarian dan pengembangan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat DIY. Penetapan akan membuat semua merasa memiliki dan mempunyai kewajiban berpartisipasi dalam proses-proses pelestarian dan pengembangannya.

"Berbagai kegiatan pembangunan di sepanjang Sumbu Filosofi harus melalui asesmen setelah kawasan itu resmi sebagai Warisan Budaya Dunia. Ada semacam 'heritage impact assessment tertuang dalam rencana pengelolaan atau management plan Sumbu Filosofi yang telah disusun sebagai salah satu syarat pengajuan warisan budaya dunia ke UNESCO." ujarnya dalam Podcast Ngobrolin Jogja dengan topik Sumbu Filosofi Antarkan Masyarakat DIY Lebih Sejahtera dan Berbudaya di kanal Youtube Humas Jogja, Kompleks Kepatihan, Kamis (21/09/2023)

Meskipun akhirnya masih banyak pro dan kontra, Cahyo menyebut hal itu lumrah dan bisa diselesaikan dengan baik dan dialog karena semua yang dilakukan bermuara pada kesejahteraan masyarakat DIY. Pemda akan tunduk pada aturan terkait maka program yang dilaksanakan tidak akan semena-mena. Sejak awal, pengajuannya sudah melalui kajian mendalam dan proses panjang termasuk manfaatnya kedepan.

Pihaknya mencoba mengurangi tekanan dari lingkungan, pembangunan hingga sosial ekonomi. Muaranya adalah pariwisata maka konsep pariwisata berkelanjutan akan terapkan di Kawasan Sumbu Filosofi. Pelaksanaanya harus berkolaborasi dengan semua pihak baik pemda, stakeholder, swasta maupun masyarakat.

"Dalam hal pengelolaanya melibatkan dan mengikutsertakan semua komponen maupun masyarakat setempat, sehingga bukan menjadi obyek tetapi subjek. Kita juga harus merangkul generasi muda, tentunya harus ada trik khusus berkomunikasi supaya mereka ikut mendukung pelestarian dan menerapkan nilai-nilai yang ada di Sumbu Filosofi," terangnya.

Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengatakan keberhasilan ini merupakan proses bersama atau gotong royong yang dicapai seluruh masyarakat DIY. Karena pada akhirnya guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat DIY, dimana 68 persen kehidupan perekonomiannya tergantung pada pendidikan dan pariwisata. Keduanya bisa semakin meningkat dengan adanya inovasi penetapan Sumbu Filosofi. Dalam hal ini, DPRD DIY sangat mendukung pengusulan Sumbu Filosofi hingga penganggaran sedari awal diajukan.

" Berbeda dengan Warisan Dunia lainnya, Sumbu Filosofi menceritakan sesuatu yang mengandung ajaran-ajaran hidup sehingga menjadi nilai tambah dan modal yang sangat besar bagi DIY untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama melalui pariwisata. Kita juga masih punya PR utamanya lebih mengenalkan Sumbu Filosofi yang kelasnya sudah diakui dunia sehingga bisa menjadi sustain dan kontinu," katanya.

Huda menegaskan DPRD DIY pun berkomitmen penuh mendukung semua program dan kegiatan yang melestarikan Sumbu Filosofi sekaligus memanfaatkan sebagai modal utama untuk meningkatkan kesejahteraan DIY terutama melalui sektor pariwisata. Salah satu konsekuensi dari penetapan sekaligus menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat adalah mengembalikan tempat-tempat khusus sesuai dengan fasad aslinya. Dalam artian demi kepentingan yang lebih besar dan kesejahteraan masyarakat yang lebih besar pua, maka memang perlu dilakukan hal-hal yang menjadi rekomendasi dari UNESCO.

" Konsekuensi tersebut menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Tetapi kita tahu karakter masyarakat DIY ditambah adanya Ngarso Dalem, Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta yang bijaksana bisa berjalan dengan baik. Tentu dengan pendekatan sangat humanis maka tidak akan ada masalah apalagi ujungnya demi mensejahterakan rakyat. Sumbu Filosofi milik kita semua yang diakui dunia, jangan anggap sejarah kuno, jadi tolong pahami isi dan maksudnya. Sosialisasi dan isilah, terutama bagi anak muda. ajaklah anak muda dengan cara mereka pula," paparnya.

Budayawan Ki Tulus Widodo berpendapat penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia sangat dibutuhkan dan penting karena sudah diperjuangkan sejak lama. Penetapan ini bukan titik akhir, namun justru merupakan titik awal tindak lanjut seperti sosialisasi kepada masyarakat tidak terkecuali bagi generasi muda supaya mengetahui dan menghayati. Ada pula dampak lain dari penetapan, dimana dimungkinkan Pemda DIY akan melakukan penataan dan membangun sesuatu di jalur Sangkan Paraning Dumadi tersebut.

“ Saya kira warga DIY religius, kita tahu kehidupan ini tidak hanya di dunia tetapi juga kehidupan di akhirat. Dengan mengetahui hal semacam itu, akan mendorong masyarakat untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan religi atau agamanya masing-masing. Sehingga perlu sosialisasi kepada masyarakat dan generasi muda. Syukur ada materi filosofi yang sangat penting bagi kehidupan bisa diajarkan di sekolah," tuturnya.

Menurut Tulus, sosialisasi dilakukan disesuaikan dengan target yang dibidik dan harus menyeluruh di semua lapisan masyarakat. Filosofi Sangkan Paraning Dumadi merupakan ilmu yang sangat daam,m dan bisa diimplementasikan hanya tinggal cara penyampaiannya. Dengan demikian masyarakat bisa menerima sebaik-baiknya.

" Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I membangun keraton tidak asal membangun, tetapi ada filosofi yang sangat mendalam yaitu Sangkan Paraning Dumadi. Bahkan tandai dengan bangunan paling selatan adalah Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta di tengah dan Tugu Pal Putih di utara.," Imbuhnya.

Sumbu Filosofi sendiri adalah sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta yang didirikan Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I pada 1755 dimana ia telah berjuang melawan Belanda kemudian diakhiri dengan Perjanjian Giyanti. Dalam perjanjian tersebut, salah satunya menetapkan P. Mangkubumi memperoleh tanah Yogyakarta yang kemudian dibangun sebuah keraton. (Fn/Sd)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: