31 Jan 2022

UUK DIY dan UU Cipta Kerja Soal Tata Ruang

Yogyakarta (31/01/2022) jogjaprov.go.id - Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja ke Pemda DIY pada Senin (31/01). Kunker kali ini dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan inventarisasi persoalan di daerah, khususnya terkait UUK DIY dan dampaknya pada implementasi UU Cipta Kerja di DIY.

“Kami datang dalam upaya menjalankan ketugasan kami yakni melakukan pengawasan dan menginventaris permasalahan-permasalahan di daerah. Dalam hal ini, kami datang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, dan dampaknya terhadap Undang-Undang Cipta Kerja,” jelas Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fernando Sinaga.

Ditemui usai memimpin rombongan Komite I bertemu Gubernur DIY di nDalem Ageng, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Fernando menuturkan, pihaknya ingin mengetahui lebih jelas lagi apa saja dampak dari UU Karya Cipta di daerah. Hal ini juga termasuk kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Salah satu keistimewaan DIY adalah menentukan tata ruang. Dan di Undang-Undang Cipta Kerja ada aturan tentang tata ruang juga. Kami merasa hal-hal ini yang perlu kami inventarisasi dan kami meminta kepada Bapak Gubernur (DIY) untuk nantinya kami juga berharap bisa kolaborasi,” imbuhnya.

Komite I DPD RI membawahi berbagai aspek, di antaranya tentang pemerintah daerah serta pertanahan dan tata ruang. Terkait upaya Pemda DIY yang telah melakukan kolaborasi atau pendekatan kepada kementerian dan lembaga terkait untuk menghindari persoalan tumpang tindih aturan, mendapat apresiasi dari Komite I DPD RI.

“Tentu upaya yang telah dilakukan Pemda DIY bertujuan agar bagaimana permasalahan di Jogja ini bisa teratasi dengan baik. Upaya ini tentu kami apresiasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan, sebelum ada UUK DIY, sebenarnya Pemda DIY sudah mengatur soal keistimewaan dengan membuat peraturan-peraturan daerah. Namun aturan-aturan tersebut berubah-ubah karena harus selalu disesuaikan.

“Setelah ada Undang-Undang Keistimewaan, tidak ada PP (Peraturan Pemerintah), yang ada langsung Perdais. Sehingga kami tetap membutuhkan keputusan-keputusan menteri untuk aspek-aspek tertentu, untuk wewenang yang ada pada kami. Tapi prinsipnya, kami tidak banyak masalah karena kami bisa membangun komunikasi yang baik dengan pihak-pihak terkait,” jelas Sri Sultan. (Rt)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: