09 Agt 2018
  Humas Berita,

Yogyakarta Selalu Mampu Rawat Perdamaian

Yogyakarta (09/08/2018) jogjaprov.go.id - Saat ini merawat perdamaian merupakan salah satu tantangan utama pada era global karena kemajemukan dunia justru terancam. Namun  demikian, masyarakat Yogyakarta sejauh ini dinilai mampu mengatasi berbagai persoalan terkait toleransi kehidupan yang majemuk.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X dalam pembukaan The 1st International Conference On Local Wisdom (INCOLWIS 2018) di Rektorat UNY, Kamis (09/08). Wakil Gubernur DIY mengatakan, kemajemukan di dunia terancam oleh masih terus berlangsungnya diskriminasi dan kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.

“Masyarakat Yogyakarta lebih mengedepankan pendekatan akademis daripada non akademis ketika menghadapi persoalan yang terkait toleransi kehidupan yang majemuk. Damai bukan sekadar ketiadaan konflik dan kekerasan, melainkan adanya keadilan, hukum, dan ketertiban,” ujar Sri Paduka. 

Diungkapkan Sri Paduka, Yogyakarta dapat menjaga perdamaian dengan baik di antaranya karena 3 hal.  Pertama, peran Kraton sangat kuat dan masih eksis sebagai center of culture atau pusat budaya. Kedua, masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat terdidik yang lebih mudah memahami dengan baik dan tidak mudah terprovokasi. Ketiga, komunikasi yang baik antara warga dan para pemangku kepentingan yang ada di Yogyakarta.

“Belajar mengenai perdamaian, Yogyakarta layak menjadi model kota perdamaian di Indonesia bahkan di dunia. Yogyakarta dikenal sebagai kota yang memiliki keragaman. Salah satu keanekaragaman penduduk Yogyakarta terlihat di kalangan pelajar dan mahasiswa  yang berasal dari berbagai daerah,” imbuhnya. 

Sri Paduka menjelaskan, perdamaian merupakan tujuan perubahan sosial berjangka panjang yang lebih menekankan rekonstruksi struktur damai dalam masyarakat. Damai merupakan suatu keadaan dinamis, partisipatif, dan berjangka panjang, yang berdasar pada nilai-nilai universal di segala level praktis keseharian, yaitu keluarga, sekolah, komunitas dan negara.

“Damai jangka panjang atau yang biasa disebut damai positif di sini memiliki ciri-ciri mempromosikan keadilan, kepercayaan dan empati, serta menekankan kerjasama dan dialog. Saya berharap kemajemukan dan perdamaian yang ada di Yogyakarta dapat menjadi contoh dalam membangun dan menjaga perdamaian di Indonesia bahkan di dunia,” imbuh Sri Paduka.

Rektor UNY Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd mengatakan, di era di mana volatilitas menciptakan tingkat ketidakpastian yang tinggi, kearifan lokal dianggap sebagai alternatif penting untuk membangun harmoni antara alam, pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Namun, kekhawatiran tentang sedikit atau kurangnya pemahaman tentang kearifan lokal benar adanya di banyak masyarakat di seluruh dunia.

“Pemahaman komprehensif yang baik tentang kebijakan-kebijakan telah terbukti efektif untuk menghadapi perkembangan teknologi yang pesat dan yang sering menimbulkan kekacauan di masyarakat. Sayangnya, upaya untuk memperkuat pemahaman ini masih belum memiliki latar belakang yang kuat dan sangat sering menghasilkan hasil yang bertentangan dalam masyarakat,” ujarnya.

Menurut Sutrisna, keprihatinan itulah yang coba ditangani oleh INCOLWIS 2018 dengan membawa peneliti, pakar, dan praktisi kearifan lokal untuk duduk bersama berbagi pandangan dan wawasan. Konferensi ini mencerminkan komitmen UNY untuk berkontribusi lebih banyak pada pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat. (Rt)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: