12 Jul 2019

Definisi Soal Batik Jogja Harus Diperjelas

Yogyakarta (12/07/2019) jogjaprov.go.id – Dalam pembuatan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pemeliharaan serta Pengembangan Batik Jogja, masih perlu adanya beberapa penyesuaian. Penyebabnya dikarenakan masih terdapat beberapa pasal yang belum dapat menjelaskan secara rinci akan beberapa hal yang menjadi pertimbangan Gubernur DIY.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, saat membacakan pendapat Gubernur DIY pada Rapat Paripurna DPRD DIY, Jumat (12/07) pagi di Ruang Sidang DPRD DIY. Pendapat tersebut mmbahas mengenai Raperda Pengelolaan Sumber Daya Air dan raperda tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Batik Jogja. Rapat tersebut dihadiri pula oleh juru bicara masing-masing partai yakni Golkar, PAN, Demokrat, PDI Perjuangan, dan PKB yang turut menyampaikan aspirasi masing-masing terkait Raperda tersebut.

Pada kesempatan tersebut, terdapat 11 pendapat Gubernur DIY terkait Raperda Pengelolaan Sumber Daya Air dan 8 pendapat terkait Raperda Pemeliharaan dan Pengembangan Batik Jogja. Dari 11 pendapat tersebut, diantara adalah pengkajian kembali isi pasal yang mengatur soal air. Sejatinya, sebelumnya Pemda DIY telah memiliki regulasi yang mengatur soal air. “Adapun regulasi tersebut antara lain Perda No. 6/2010 tentang Irigasi, Perda No.5/2012 tentang Pengelolaan Air Tanah, Perda No.11/2016 tentang Pengelolaan Daerah Air Sungai, mohon penjelasanna,” ujar Sri Paduka. Di sisi lain, perlu adanya mekanisme yang mengatur soal perizinan sumber daya air di DIY. “Apakah perizinan akan menjadi kewenangan provinsi seluruhnya, ataukah ada kewenangan pusat dan kabupaten atau kota,” jelasnya.

Lebih lanjut, dari 8 Raperda mengenai Pemeliharaan dan Pengembangan Batik, Sri Paduka menjelaskan bahwa Raperda harus bisa menjelaskan definisi soal Batik Jogja. “Definisi Batik Jogja harus dapat ditafsirkan tanpa menimbulkan penafsiran ganda. Apakah Batik Jogja hanya batik yang dibuat di Jogja ataukah yang juga dibuat di wilayah lainnya,” jelas Sri Paduka. Tak hanya itu, Sri Paduka kemudian menjelaskan bahwa raperda tersebut belum terdapat pasal terkait upaya perlindungan pelaku usaha mikro dan kecil, termasuk urgensi pembuatan Raperda Batik. “Batik merupakan warisan dunia yang telah diakui UNESCO, namun selain batik ada pula objek kebudayaan yang diakui sebagai warisan budaya dunia tersebut. Apa yang menjadi urgensi raperda ini dibuat karena hanya mengatur persoalan batik saja,” jelasnya. [vin]

 

Humas Pemda DIY  

 

Bagaimana kualitas berita ini: