22 Nov 2019

Kaji Ulang Amandemen UUD 1945 Perlu Dilakukan

 

Sleman (22/11/2019) jogjaprov.go.id - Salah satu tantangan Indonesia ialah mewujudkan semangat Pancasila dan UUD 1945. Tantangan ini merupakan konsekuensi setelah UUD 1945 secara yuridiis formal mengalami perombakan, hingga tidak lagi mencerminkan jati diri bangsa.

“Tak heran jika kemudian muncul kesadaran untuk kembali pada jiwa dan semangat Pancasila dan UUD 1945, bersamaan dengan menguatnya gugatan terhadap paham neo-liberalisme dan politik indentitas. Karena itu, sebaiknya dilakukan kaji ulang amandemen UUD 1945 untuk menciptakan landasan hukum yang lebih murni dan konsekuen,” ujar Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Pada Rakernas ke-I Asosiasi Doktor Ilmu Hukum Indonesia (ADHI) di Rich Jogja Hotel pada Jumat (22/11) malam, Sri Sultan mengatakan, landasan hukum yang murni berguna mengatur kehidupan kenegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan yang amanah.

“Jika MPR RI melakukan amandemen konstitusi, sebaiknya dikembalikan ke UUD 1945 dengan perbaikan melalui adendum. Karena amandemen tanpa adendum dan hanya membuat aturan baru, justru berpotensi mengarah pada disintegrasi bangsa,” imbuh Sri Sultan.

Sri Sultan menegaskan, Bangsa Indonesia sudah seharusnya bersyukur karena memiliki Pancasila. Namun kini Pancasila menghadapi ancaman yang berpotensi menuju disintegrasi bangsa karena banyak kejadia yang mendegradasikan simbol-simbol negara.

“Menyikapi kondisi multi krisis inilah kita harus terus menerus dan bersama-sama kekuatan ‘merah putih’, di mana diharapkan ADHI juga menjadi pelopornya, untuk memperkuat tegaknya Pancasila,” tegas Sri Sultan.

Sementara itu, Ketua Penyelenggara Rakernas ke-I ADHI, Dr. Achiel Suyanto mengatakan, Rakernas ini mengangkat tema 'Dengan Rakernas Kita Perkokoh Solidaritas Organisasi dengan Peran Aktif dalam Membangun Politik Hukum yang Sehat di Indonesia'. Rakernas ini juga dihadiri oleh seluruh dewan pimpinan seluruh Indonesia yang berjumlah 26 orang.

“Rakernas pertama ini diikuti total 82 peserta, di mana enam di antaranya telah bergelar profesor. Kami berharap semua peserta bisa berpartisipasi aktif untuk menelurkan beberapa program dan rekomendasi hukum yang akan disumbangkan kepada pemerintah Indonesia,” imbuhnya.

Presiden ADHI, Yetti Suciaty Soeharjo mengatakan, ADHI didirikan dengan alasan karena para doktor ilmu hukum di Indonesia melihat Indonesia dari segi hukum tengah mengalami carut marut. “Apa yang kita lakukan ini tentu untuk kita sumbangkan kepada Indonesia. Manfaatkanlah Rakernas ini sebagai ajang silatirahmi untuk bisa melahirkan pemikiran-pemikiran baru,” imbuhnya. (Rt)

Bagaimana kualitas berita ini: