26 Sep 2022
  Humas DIY Berita,

Ber-Islam Secara Toleran, Seimbang, dan Moderat

Yogyakarta (26/09/2022) jogjaprov.go.id – Hidup yang baik adalah hidup yang penuh dengan keseimbangan. Hal demikian disampaikan Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag., Guru Besar Bidang Ulumul Qur’an selaku penceramah pada Pengajian Rutin Pejabat dan Aparat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pengajian putaran ke-9 tahun 2022 kali ini bertema “Tasamuh, Tawazun, Tawasuth: Ber-Islam Secara Toleran, Seimbang, dan Moderat,” dilaksanakan pada Senin (26/09) di Ruang Wisanggeni, Unit 8 lantai 3, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

Dalam tausiahnya, disampaikan oleh Prof. Mustaqim bahwa hidup yang baik adalah hidup yang penuh dengan keseimbangan antara urusan dunia dan urusan akhirat. Dikatakan olehnya, ada 5 keseimbangan yang insyaallah dapat mengantarkan kita untuk hidup menjadi lebih baik.

Pertama, seimbang antara urusan dunia dengan urusan akhirat. “Jangan lupa bahwa kita bukan hanya hidup di dunia tapi juga akan sampai ke akhirat, sehingga bekal ke akhirat tentunya harus kita pelihara. Salah satunya menjaga sholat 5 waktu, puasa, termasuk zakat,” ucapnya.

Kedua, seimbang antara kesalehan pribadi (individu) dengan kesalehan sosial. Dalam hal ini, hendaklah seorang muslim menjalankan dengan baik urusan ibadahnya kepada Allah (vertikal) dengan tetap menjaga hubungan baik antar manusia, muamalah (horizontal). Sekiranya kita dapat menyeimbangkan antara hubungan vertikal dan horizontal maka hidup akan terasa nyaman.

Ketiga, dalam berbangsa dan bernegara, Indonesia menganut keseimbangan dengan memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar Negara. Nilai-nilai agama, dimensi efeknya menjadi fondasi dalam tata kelola Pemerintahan Republik Indonesia. Dijelaskan oleh Ust. Mustaqim, bahwa Pancasila bukan agama, tapi Pancasila tidak bertentangan dengan agama manapun termasuk dengan Islam. Sebab, seluruh sila yang ada dalam Pancasila sesungguhnya disarikan dari Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW.

“Ini adalah contoh tawazun kita berbangsa dan bernegara, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk negara kita insyaallah bisa memayungi dan meyatukan berbagai pulau, suku, bangsa, dan agama dalam bingkai Kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, keempat adalah keseimbangan antara aspek rohani dan jasmani. Kalimat Thoyibah “La ilaha illallah” diibaratkan seperti pohon yang menghasilkan oksigen. Zikir sebagai oksigen bagi dimensi spiritual umat Islam. Kelima, seimbang dalam berinteraksi dengan teman-teman penganut agama selain Islam. 

”Islam adalah agama yang kita yakini (sebagai seorang muslim) agama yang diridai oleh Allah di sisi Allah hanya Islam, tapi keyakinan bahwa Islam sebagai agama yang paling baik menurut kita sebagai orang muslim tidak harus menjadi penghalang untuk tetap berbuat baik kepada mereka penganut agama selain Islam, “lakum dinukum waliyadin” itulah moderasi beragama,” terang Ust. Mustaqim.

Pengajian Aparat dan Pejabat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta juga dihadiri oleh Ust. H. Nur Rokhman, M.A., pembaca Kalimah Thoyibah dan perwakilan dari Kementerian Departemen Agama Kantor Wilayah DIY, Djarot Margiantoro, S.P.T., M.S., Kepala Biro Bina Mental Spiritual, Perwakilan TNI, Polri dan perwakilan UPTD di lingkungan Pemda DIY, Ust. Yusuf Ramadhan selaku pembaca Kalam Ilahi. (Fk/Kr/Ad)

 

HUMAS DIY

 

Bagaimana kualitas berita ini: