19 Jul 2024
  Humas DIY Berita,

Garap Tanah Kalurahan, Bantu Warga Glagaharjo Keluar Dari Kemiskinan 

Sleman (20/07/2024) jogjaprov.go.id - Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan sosial yang menjadi tantangan sekaligus pekerjaan rumah di DIY hingga saat ini. Kemiskinan pun menjadi akar utama yang dapat menimbulkan masalah lain seperti kelaparan, kesehatan, kriminalitas, pengangguran dan sebagainya. Berbagai upaya dan cara dilakukan untuk mengurai masalah kemiskinan yang bak benang kusut. Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Kalurahan Glagaharjo, Cangkringan, Sleman yang terletak di kaki Gunung Merapi ini tak tinggal diam dan bertekad untuk memerangi kemiskinan.  

Upaya mengeluarkan warga dari kemiskinan tersebut direalisasikan Pemerintah Kalurahan Glagaharjo dengan menyerahkan sepenuhnya penggunaan tanah kas kalurahan untuk digarap warga miskin di wilayahnya. Setidaknya 30 warga miskin setempat tak tanggung-tanggung difasilitasi untuk menggarap tanah kalurahan tanpa dikenakan sewa dan bahkan difasilitasi sejak awal mulai dari pelatihan, bibit, pupuk dan sebagainya guna membantu meningkatkan taraf perekonomian. Perlahan, tanah kalurahan seluas kurang lebih 2 hektare tersebut kini telah menjelma menjadi peternakan kambing perah dan pertanian budidaya cabai dengan omzet menjanjikan.

“Jadi yang menggarap tanah, mengurus pertanian dan peternakan ini kita fokuskan kepada keluarga miskin berjumlah 30 orang, namanya kelompok Tolak Miskin. Mereka tinggal menggarap, mengelola, merawat, panen dan tidak dikenai sewa sama sekali. Kita mengikuti aturan pemerintah, khususnya Pergub DIY Nomor 24 Tahun 2024 dimana warga miskin harus kita fasilitasi,” tutur Lurah Glagaharjo, Suroto kepada Tim Humas Jogja pada Rabu (26/06).

Suroto menuturkan, pemanfaatan tanah kalurahan ini telah berjalan kurang lebih selama 4 bulan. Dari 30 keluarga miskin yang tergabung dalam kelompok Tolak Miskin, sebanyak 20 orang anggota aktif mengelola ternak kambing perah dan budidaya cabai secara langsung, sementara 10 lainnya adalah keluarga miskin yang tidak memungkinkan lagi mengerjakan aktivitas di lapangan seperti lansia.

Peternakan kambing perah dan pertanian budidaya cabai digarap sepenuhnya menggunakan dana keistimewaan sebesar Rp 315 juta. Danais tersebut digunakan membiayai seluruh keperluan sarana dan prasarana, seperti membeli 17 ekor kambing Saanen. Kambing Saanen adalah salah satu jenis kambing perah yang sangat populer di dunia, dikenal karena kemampuan produksi susu yang tinggi dan sifatnya jinak.

“Kami pantau perkembangan ternak kambing ini prospeknya bagus meskipun baru berjalan kurang lebih 4 bulan. Awalnya berjumlah 17 kambing,16 betina, satu jantan, sekarang sudah tambah anakan 10 ekor. Satu kambing perah betina dapat menghasilkan sekitar 1,5 liter susu per harinya. Total bisa mendapatkan 16 liter susu per harinya atau mendekati 100 liter per minggu dengan harga jual Rp 19.000 per liternya," jelas Suroto.

Lebih lanjut, Suroto mengaku sudah mempunyai pasar alias beberapa rekanan guna menyerap produksi susu tersebut yang didistribusikan setiap pekannya. Selain dipasarkan retail via rekanan, pihaknya juga menjualnya sendiri dan rata-rata bisa mendapatkan kisaran Rp 1,9 juta setiap pekannya. Pengembangbiakan kambing ini pun dilakukan secara sistematis dari hulu hingga ke hilir. Pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan dinas-dinas setempat dalam memastikan keamanan dan kesehatan kambing perah.

“Peternakan kambing ini bisa kita andalkan untuk mengurangi dan mengentaskan kemiskinan khususnya di Glagaharjo. Kalau misalkan hasil susu itu dalam satu minggu, dalam satu bulan bisa membayar konsentratnya dan masih untung dengan anaknya. Jadi menurut saya nggak ada ruginya,” imbuhnya.

Terkait budidaya cabai yang dilakukan pada tanah kalurahan seluas lebih dari 1.000 meter persegi, Suroto menyampaikan lahan tersebut ditanami cabai rawit gorga atau cabai setan. Cabai ini selain cukup tahan banting terutama terhadap serangan hama atau penyakit, ternyata mampu berproduksi tinggi. Setidaknya panen bisa 15 sampai 17 kali petik dengan hasil 3 sampai 5 kg setiap petik. Harga jualnya pun diharapkan tinggi nantinya sehingga petani bisa menikmati keuntungan.

Apapun pendapatan yang diperoleh baik dari ternak kambing perah maupun budidaya cabai akan diakumulasikan menjadi satu kemudian dibagikan kepada petani dan anggota yang mengelola peternakan. Disepakati bersama, pembagiannya yaitu 10% untuk anggota kelompok yang tidak dapat bekerja langsung di lapangan, sekitar 50% lebih untuk yang bekerja di lapangan, 20% untuk modal atau penyimpanan, dan sekitar kurang lebih 10-15% masuk ke kelurahan untuk keperluan pengelolaan.

“Kami sudah kewalahan terkait dengan kandangnya karena nambah terus anak kambingnya. Rencana akan diperluasnya dan akan terintegrasi dengan pabrik pengolahan susunya ke depan. Makanya ini kita support, harapannya nanti warga masyarakat di sini banyak terserap tenaga kerjanya,” tandas Suroto.

Salah satu petani anggota kelompok Tolak Miskin bernama Margono berterimakasih terhadap danais yang diberikan sehingga petani tinggal mengerahkan tenaga untuk menggarap lahan pertanian yang telah disediakan beserta bibit cabai dan segala perlengkapannya. "Alhamdulillah kami bisa mendapatkan pekerjaan ini. Sangat membantu sekali. Selama ini memang belum ada hasilnya karena kita baru bertani saja. Nanti ketika panen baru mendapatkan hasilnya,” katanya.

Senada, salah satu pengelola peternakan kambing perah, Jarwanto menuturkan dirinya bersama rekannya bertugas membersihkan kandang, kemudian bersiap untuk proses memerah, dan memberi susu anak kambing setiap hari. Sebelumnya, ia telah dibekali pelatihan dari OPD setempat hingga akhirnya dapat melakukan SOP pemerahan kambing dengan baik. “Pekerjaan ini sangat membantu ekonomi saya yang cuma lulusan SMK. Saya sendiri sebelumnya kurang suka beternak. Mulai di sini saya mulai suka, mengetahui tentang ilmu-ilmu berternak,” ucapnya. (Han/Fn/Wa/Mra/Cbs/Yci/Ed/Sd/Ip/Jon)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: