24 Agt 2018
  Humas Berita,

Kualitas SDM Penentu Pembangunan Nasional

Yogyakarta (23/08/2018) jogjaprov.go.id - Ukuran kualitas hidup manusia selalu dikaitkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam hal ini, indeks tersebut berdimensi pada variabel penting seperti pendidikan, ekonomi dan kesehatan.

“BKKBN berkontribusi dalam mewujudkan sebagian indikator kesehatan melalui Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Hal ini sesuai amanat UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan nasional adalah dengan meningkatkan kualitas SDM Indonesia,” ungkap Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X pada Kamis (23/08) malam.

Saat membacakan sambutan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Pembukaan Temu Regional Program Pembangunan Keluarga Evaluasi Proyek Prioritas Nasional Tahun 2018 di Hotel Santika, Yogyakarta, Sri Paduka menuturkan, UU tersebut juga mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan Pembangunan Keluarga melalui Pembinaan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga.

“Terkait dengan penanganan stunting yang menjadi Prioritas Garapan Nasional, angka yang ditetapkan WHO adalah 20%, sementara DIY 19,8%. Kabupaten Kulon Progo pun menjadi salah satu di antara kabupaten di Indonesia yang menjadi pilot project penanganan kasus stunting dari pemerintah pusat. Ada 10 desa dan 5 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo yang akan diamati perkembangannya. Kasus gizi buruk mendominasi penyebab dari kasus stunting,” jelasnya.

Dikatakan Sri Paduka, intervensi yang komprehensif dinilai dapat mengurangi prevalensi stunting. Hal tersebut juga perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya, baik intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif. BKKBN dalam pembangunan  keluarga harus mampu mewujudkan SDM yang berkualitas melalui pendekatan di setiap tahapan siklus hidup, mulai dari balita-anak, remaja, pasangan usia subur (dewasa) sampai lansia.

“Untuk itulah saya berharap, BKKBN yang juga masuk dalam Tim Intervensi percepatan penurunan prevalensi stunting. Tim inilah yang bergerak pada intervensi gizi sensitif melalui pengasuhan bagi orang tua dan anggota keluarga yang memiliki balita,” imbuh Sri Paduka.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Dra. Evi Ratnawati mengatakan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) tahun 2013 mencatat angka kejadian stunting nasional mencapai 37,2%. Angka ini meningkat dari tahun 2010 sebesar 35,6%.

“Karena itulah persoalan stunting patut menjadi perhatian dan harus segera diselesaikan. Apalagi tingginya prevalensi stunting ini telah menempatkan Indonesia dalam lima besar negara dengan kasus stunting. Untuk itu intervensi yang paling dapat menentukan prevalensi stunting perlu dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan,” imbuhnya.

Evi menambahkan, untuk mencetak anak Indonesia yang sehat dan cerdas, langkah awal yang dapat dilakukan ialah pastikan gizi ibu dan bayi terpenuhi selama masa kehamilan hingga anak menginjak usia 2 tahun. Jika tidak terpenuhi anak akan mengalami mal nutrisi.

“Untuk mengurangi angka stunting, sejak 2012 lalu pemerintah Indonesia merancang kerangka besar intervensi stunting. Kerangka ini kemudian diterjemahkan menjadi beragam program, termasuk proyek priorotas nasional 1.000 hari pertama kehidupan,” ungkapnya. (Rt)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: