16 Jun 2023
  Humas DIY Berita,

Launching di Sarinah, JIBB 2023 Lebih Menasional

Yogyakarta (16/06/2023) jogjaprov.go.id – Jogja International Batik Biennale (JIBB) digelar setiap dua tahun sekali. Salah satu fungsinya adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah ditetapkan menjadi Kota Batik Dunia. Penetapan ini dilakukan oleh Dewan Kerajinan Dunia (World Craft Council) pada tanggal 18 Oktober 2014. Tahun lalu JIBB mengangkat tema “Borderless Batik” dengan sub-tema “From Heritage to Millenial`s Life Style”. Diharapkan dapat berkontribusi pada pemulihan ekonomi berbasis kegiatan membatik dengan beragam ikutannya. Tahun 2023 ini, launching JIBB akan digelar di Sarinah, Jakarta pada 23 Juni mendatang.

 “Kita selalu melakukan inovasi untuk JIBB. Tahun ini lebih menasional dengan adanya launching di Jakarta dengan mengundang tokoh nasional dan interasional,” ungkap Gatot Saptadi saat bertemu dengan Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X bersama rombongan panitia JIBB di Pareanom, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (16/06). Adanya kegiatan di Jakarta ini diharapkan bisa menjadi ajang promosi wajah Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia dan daur hidup batik. Rangkaian acara untuk mengisi gelaran JIBB 2023 antara lain adalah pertunjukan tari dan seminar.

Sri Paduka menyambut baik rangkaian kegiatan JIBB serta menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah bekerja untuk mewujudkan even ini. Namun, Sri Paduka berharap JIBB juga memberikan dampak nyata kepada masyarakat. Salah satu caranya adalah mengajak dialog dengan komunitas batik yang ada di Yogyakarta. Mengenai apa yang sesungguhnya mereka butuhkan, sehingga bisa membuat agenda yang sesuai. “Memang betul JIBB dibuat dalam rangka ekspos (Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia) tapi kamaslahatan sosialnya apa? Bagaimana dengan sekian ini (dana) ada dampak yang langsung,” tutur Sri Paduka.

Sri Paduka menjelaskan betapa pentingnya menjaga penerus pengrajin batik. Karena pengrajin batik merupakan pondasi yang penting. Meskipun sudah dikenal dunia, tapi jika pengrajinnya semakin berkurang maka hasilnya juga tidak akan optimal. Kegiatan promosi yang dilakukan tidak seimbang dengan produksi. Selain itu Sri Paduka juga berharap bisa dibentuk sentra-sentra produksi batik sesuai dengan proses pembuatannya. Misalnya ada sentra untuk proses membuat pola, memberi malam hingga pewarnaan.

“Lebih baik sesuatu yang kecil tapi kongrit. Ada kemaslahatan untuk masyarakat. Cobalah dialog dengan pembatik atau kelompok-kelompok batik. Batik adalah proses yang panjang, mulai dari pola, malam kemudian mewarna. Ayolah bersama, tidak bisa sendirian, membuat progres. Tidak hanya menjadi rutinitas belaka, ada yang baru.” ungkap Sri Paduka. (Wd/Rd)

 

Humas Pemda DIY

 

 

Bagaimana kualitas berita ini: