05 Agt 2023
  Humas DIY Berita,

Mbah Dirjo Tekan Volume Sampah Hingga 30 %

Yogyakarta (05/08/2023) jogjaprov.go.id - Usaha Pemda DIY dalam mengurangi residu sampah disambut dengan komitmen Pemkot Yogyakarta mengurangi 30% volume sampah perhari. Berkurangnya 30% sampah tersebut dikarenakan Yogyakarta saat menggalakkan Gerakan Mbah Dirjo atau Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja.

Pj Walikota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan, Mbah Dirjo dibuat untuk merespon darurat sampah yang ditandai dengan penutupan TPA Piyungan yang telah overload ini, dan dikembangkan bersama Forum Bank Sampah Kota Yogyakarta. Biopori ala Yogyakarta ini adalah salah satu solusi untuk penanganan sampah organik di level hulu, dengan level terkecil adalah rumah tangga.

Pada level rumah tangga, bisa menggunakan biopori standar dengan menggunakan pipa paralon yang agak besar, kemudian diberi lubang-lubang. Setelahnya pipa dapat ditanam sekitar 80 cm. Sementara untuk biopori jumbo yang kapasitasnya lebih besar, dapat menggunakan ember cat 25 kilo sebanyak 2 buah yang ditumpuk dan ditanam sebagian. Ada pula jenis yang lebih besar lagi untuk secara kolektif digunakan bersama-sama. Ukuran ini tentu menyesuaikan dengan lahan yang dimiliki warga.

“Prinsip biopori adalah membuat kompos. Biopori ini ukurannya macam-macam. Dari lahan seluas 1 konblok atau 20 cm pun bisa. Tinggal di lubangi kemudian ditanam paralon, cukup simpel. Bayangkan saja,  dari 20 cm bisa cukup untuk 1 bulan sampah kita makan. Yang benar-benar tidak punya lahan, bisa kolektif,” terang Singgih melalui sambungan telepon pada Sabtu (05/08).

Metode Mbah Dirjo ini diharapkan dapat menurunkan sampah organik dengan jumlah yang banyak dari Yogyakarta. 30% sampah bukanlah jumlah yang sedikit, karena mencapai angka 60 ton, mengingat saat ini Yogyakarta menghasilkan 200 ton sampah perhari. Diketahui,  TPA Piyungan hanya sanggup menampung 100 ton sampah saja perhari, dan hanya sampah milik Kota Yogyakarta.

Singgih mengungkapkan, saat ini sudah cukup banyak daerah yang menerapkan metode Mbah Dirjo ini. Ia sempat meninjau Kampung Balapan, Klitren, yang hampir seluruh warganya rata-rata memiliki pengelolaan sampah mandiri metode biopori. Untuk itu, ia yakin apabila metode ini dilakukan secara masih, target pengurangan 30% sampah akan terlampaui.

Tidak tanggung-tanggung, untuk menyukseskan program ini, Singgih menekankan khusus untuk ASN serta Bumdes di Yogyakarta, program Mbah Dirjo ini wajib dilakukan. Program Mbah Dirjo Sowan, yaitu setiap ASN diminta untuk membuat pengolahan sampah organik lewat metode biopori di rumah tangga masing-masing. Mereka wajib menjadi pelopor pengolahan sampah dan selanjutnya mengedukasi tetangga serta lingkungan sekitar untuk menerapkan hal serupa. Istimewanya, ada sanksi yang menanti apabila mereka tidak menerapkan metode Mbah Dirjo ini.

“Untuk ASN program ini wajib dan nanti ada sanksi, juga reward-nya. Jadi kita wajibkan itu dengan bukti foto di rumahnya waktu instalasi dan foto bukti itu disampaikan ke atasan langsung secara berjenjang. Itu nanti tanggal 7 akan kita lihat rekapnya untuk evaluasi,” jelas Singgih.

Esok hari (06/08) Singgih juga mengatakan akan meluncurkan program turunan yaitu Mbah Dirjo Resik. Resik di sini adalah residu sampah plastik karena residu sampah plastik ini cukup banyak. Padahal menurut Singgih, sampah plastik bisa dimonetisasi.  Hasil pengurangan sampah metode Mbah Dirjo ini tentu akan semakin sempurna dengan memaksimalkan pula bank sampah untuk sampah anorganik.

“Saya yakin pengurangan sampah bisa lebih dari 30% jika ada biopori dan bank sampah. Bank sampah sendiri sudah menangani di level anorganik, ada kertas ada plastik dan sebagainya yang di awal 2023 hingga Juli bisa menurunkan sebanyak 90 sampai 100 ton per hari. Ini kan signifikan banget, untuk kota Yogyakarta yang tidak punya lahan besar,” kata Singgih.

Singgih berharap metode ini bisa dilakukan seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah. Gerakan pemilihan dan pengolahan sampah memiliki derajat yang paling tinggi diantara pengelolaan sampah.  Pada jangka panjang, metode-metode ini diharapkan  bisa menjadi salah satu dari sekian solusi penanganan sampah di Yogyakarta.

“Saya berharap masyarakat akan mengikuti gerakan ini, karena ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk pengelolaan sampah, baik yang organik maupun yang anorganik. Sementara yang residu serahkan kepada pemerintah untuk kemudian kita lakukan manajemen atau pengolahan yang lebih baik lagi,” ujar Singgih.

Imbauan ini di dukung dengan SE Walikota Yogyakarta Nomor 600.1.17.3/4438/SE/2023 tentang Penanganan Darurat Sampah di Kota Yogyakarta yang ditandatangani oleh Pj Walikota Yogyakarta. Edaran ini memuat tentang langkah-langka untuk melakukan pemilahan sampah sesuai jenisnya; menyalurkan sampah anorganik yang sudah terpilah melalui Bank Sampah atau pelapak; mengelola secara mandiri sampah organik dengan cara membuat biopori darurat sebagaimana Gerakan Mbah Dirjo (Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja); Mengumpulkan sampah residu yang berbahan plastik (kresek, sachet, mika plastik bening dan sejenisnya) dalam keadaan kering dan dimasukkan ke dalam wadah khusus yang sudah tersedia di depo sampah terdekat; Memerintahkan kepada seluruh karyawan pemerintah kota Yogyakarta ASN maupun non ASN) untuk membuat biopori di rumah masing-masing dan melaporkan kepada atasan disertai dengan foto sebagai bukti pendukung; Proses pembuatan biopori dan pengumpulan sampah residu plastik agar dilaporkan secara tertulis kepada pimpinan atau atasan masing-masing; Laporan kegiatan tersebut di atas wajib dilaporkan paling lambat pada tanggal 7 Agustus 2023. (uk)

Humas Pemda DIY

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bagaimana kualitas berita ini: