14 Nov 2011
  Humas Berita,

Peringati Hadeging Kraton Yogyakarta ke 264

Peringati Hadeging Kraton Yogyakarta ke 264 Kaperda DIY di TMII Gelar Workshop

 

GRAy Murywati S.Darmokusumo, Putri Almarhum HB IX-KRAy Kintoko Purnomo menjadi salah satu nara sumberTMII,Jakarta(12/11/2011)pemda-diy.go.id. Dalam rangka upaya melestarikan Budaya Kraton Yogyakarta terutama tata busana dan tata rias pengantin, para perias pengantin di Yogyakarta punya prinsip tersendiri, bukan hanya berorientasi mengejar bisnis dan keuntungan semata akan tetapi juga bagaimana untuk tetap berupaya melestarikan budaya yang adiluhung yang ada di DIY yang telah turun temurun di Kraton Yogyakarta.

Harapan demikian disampaikan RM.Hanung Danudhara Prabuningrat dalam Worskhop seharai Busana Jawa Gaya Yogyakarta dengan tema Upaya Pelestarian Pakaian Tradisional Sebagai Aset budaya dalam rangka memperingati Hadeging Karaton Yogyakarta yang ke 264 serta Gelar Seni Budaya Yogyakarta ke 11 di Anjungan Provinsi DIY di Taman Mini Indonesia Indah ,Jakarta siang tadi(Sabtu,12/11)

Menurut Kepala Kaperda DIY di Jakarta Endi Harsono.SH tujuan diselanggarakan Gelar Seni dan Budaya Yogyakarta dan TMII Jakarta ini adalah dalam upaya menginformasikan potensi Keistimewaan khususnya dan keunikan yang dimiliki Provinsi DIY sekaligus mempromosikan potensi DIY baik seni Budayanya, potensi UMKM, pariwisata maupun prduk unggulan lainnya kemasyarakay Yogyakarta yang ada di Jakarta maupun masyarakat Indonesia lainnya.

Adapun bentuk kegiatan tersebut disamping kegiatan pameran UMKM, Workshop Busana Jawa gaya Yogytakarta dan pergaan Busana, juga akan dislenggaraakan gelar seni yang berupa atraksi budaya dari Kabupaten/Kot. a se DIY serta pentas seni budaya yan gberasal dari 4 Kabupaten dan 1 kotamadya se DIY tersebut yang digelar hari ini (Sabtu,12/11 dan minggu,13/11) di Anjungan Pemda DIY di Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta.

Adapun dalam W0rkshop sehari ang dihadiri berbagai organisasi rias pengatin dan pemerhati budaya Jawa yang ada di Jakarta serta para peris pengantin dari kabupaten kota se DIY tersebut menghadirkan pembicara GRAy Murywati S.Darmokusumo, Putri Almarhum HB IX-KRAy Kintoko Purnomo dan RM. Hanung Danurdhara Prabuningrat.

Lebih lanjut RM. Hanung Danurdhara Prabuningrat dalam paparannya menyataakan bahwa bangsa Indonesia selalu dikagumi oleh masayarakat dunia karena kekayaan budaya dan adat istiadatnya yang beraneka ragam. Ada yang unik, dan ada yang sangat tinggi nilainya. Karaton Yogyakarta sebagai salah satu pusat budaya, adat dan istiadat saampai sekarang masih mempunyai mutiara dan daya magnit yang menarik wisatawan.

Terkait dengan mengupas pakaian adat Kraton yang berupa Busana Takwo dan busana Pranakan Adik KRT>Pujaningrat tersebut menjelaskan bahwa pakaian yang baik paasti mengandung pengertian yang berguna bagi pemakainya, baik secara lahiriah maupun rokhaniyah.

Sehubungan dengan hal tersebut Sunan Kalijaga dengan arif dan biajksana membuat model pakaian sebagai penutup badan kita yang dasarnya terdapat dalam al Quran surat Al Araf ayat 26 yang terjemahannya antara laian Hai anak adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakain indah untuk perhiasan. Dan pakaian Takwo itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagaian dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Mudah-mudahan mereka selalu ingat .

Dalam surat ini lanjut Hanung Danudhara P. pengertian pakaian takwo adalah pakaian rohani bagi manusia yaitu bahwa manusia agar selalu ingat kepada Allah, maka dia akan melaksanakan segala perintahnya dan larangan Allah.

Oleh Sunan Kalijaga pengertian tersebut juga benar-benar diujudkan dalam model bentuk pakaian agar orang/manusia yang memakai pakaian tersebut benar-benar akan selalu ingat dan takwa kepada Allah SWT.

Dan kemudian oleh raja-raja Mataram ini dipakai sebagai bentuk pakaian mataraman yang kita kenal sampai sekarang. Dan dengan sejarah panjangnya busaha yang namanya pakaian Takwo semenjak sejarah Sri Sultan HB I sampai dengan pecahnya mataram menjadi 2 yaitu Suratakarta dan Yogyakarta pakaian takwo ini tetap menjadi salah satu busana adat Kraton.

Pakaian mataraman yang disebut pakaian takwo atau yang sering di sebut pakaian SURJAN dari kata Siro+Jan yang berarti PEPEDANG atau PELITA. Bahkan didalam ajarannya Sri Sultan HB I itu beliau bercita-cita agar para pemimpin negara, para prajurit, para keluarga raja sampai para kawula (rakyat) dan para Punggowo Kerajaan Karaton Yogyakarta hadiningrat mempunyai Jia dan watak SATRIYA.

Adapun Jiwa dan Waatak Satriya tidak lepas dari sifat Nyawiji (Seiji) yang artinya konsentrasi dengan bertekad bulat secara golong-gilig baik hubungananya dengan Allah SWT maupun peraturan kesatuan dengan sesama yang manusia. - Greget yang artinya Semangat yang sungguh-sungguh, tidak nampak loyo, tetapi tidak perlu terlalu semangat sehingga nampak kasar. - Sengguh percaya pada diri sendiri, mempunyai jatidiri, mempunyai harga diri, tetapi jangan sampai mengarah pada kesombongan. - Ora minggkuh tidak melepaskan tanggungjawab, tidak akan lari dari kewajiban.

Mengenai busana pranakan yang mempunyai arti tempat anak (Wadah bayi) Rahim ibu di dalam perut dengan yang diiringi (diikuti) juga berati punokaan. Menurut sejarahnya ageman pranakan ini adalah ciptaan Sri Sultan HB V dan seluruh bagian-bagian dari busana pranakan tersebut mempunyai arti masing-masing. Misalnya saja busana pranakan dengan lengan panjang, kanan- kiri dengan kancing baju masing-masing 5 buar berarti menggambarkan rukun Islam yang lima yaitu Syahadat,Sholat, Puasa, Zakat, dan haji. Sementara pada leher busana pranakaan terdapat 6 buah kancing baju yang berarti Rukun Iman yang 6 yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada malaikat, Iman kepada kitab, Iman kepada utusan Allah,Iman hari Kiamat dan Iman kepada Takdir.

Dengan baju pranakan tersebut menurut hanung Danudhara P pada dasarnya adaanya hubungan cinta kasih yang merupakan ukuran yang paling tinggi dalam mengukur semua hubungan baik antar manusia yang satu dengan yang lain, maupun antara Allah SWT pada khususnya dan antara makhluk dengan kholiknya pada umunya. Disamping itu pranaka adalah pakaian Aparatur di Karaton Yogyakarta yang corak modelnya semua sama. Dengan pakaian pranakaan ini dimaksudkan adanya demokratisasi di Karaton Yogyakarta Hadiningrat berjalan.

Sementara Dra.GBRay Murywati S.Darmokusumo yang mengupas Busana Adat Yogyakarta dalam kancah Era Globalisasi secara singkatnya menjelaskan bahwa dalam perkembangannya busana adat Yogyakarta baik busana tradisional maupun busana nasionalnya telah mengalamai berb agai modifikasi oleh pemakainya sendiri. Sementara untuk Kraton Busana adatnya telah secara turun menurun telah dipakemkan atau dipaten di dalam kraton.

Namun demikian pesatnya perkembangannya Murywati S.Darmokusumo merasa sangat prihatin dengan ciptaan-ciptaan desainer saat ini karena telah meninggalkan estetika dan kesopananya. Misalnya motif batik yang adiluhung dari pembuatan bajunya telah bagus tetapi kelihatan tidak sopan ketika bawahannya memakai rok mini misalnya. Selain itu dengan busana ada Yogyakarta dia juga merasa prihatin ketika ditemui keganjlan dalam pengenaan busana tersebut misalnya untuk pengantin saja rias mukanya baik laki-laki maupun perempuaannya gaya solo, sementara ageman busanya gaya Jogja sehingga keanggunan pengantin itu menjadi ganjil. Oleh karena itu Murywati S.Darmokusumo menghimbau para peris pengantin hati-hati dalam memberikan riasan dan busana bagi pengantin agar dikomunikasikan terlebih dahulu kepada pemakainya serta jagalah estetika dan kesopanan tersebut agar tidak yang nampak keganjilannya.

Workshop Busana Jawa gaya Yogytakarta dan pergaan Busana yang dilaksanakan Kaperda DIY di Jakarta kerjasama dengan badan Kerjasama Provinsi DIY mendapatkan tanggapan antosias organisasi perias Indonseia dan agar segera dirumuskan pakem untuk busana gaya Yogyakarta agar dalam perkembanganya tidak salah jalur.(Kar)

HUMAS Ro UHP Provinsi DIY

Bagaimana kualitas berita ini: