06 Jun 2012
  Humas Berita,

Pilar Keistimewaan Pendidikan Harus Sistem Terbuka, Tidak Boleh Diam

Sultan: Pilar Keistimewaan Pendidikan Harus Sistem Terbuka, Tidak Boleh Diam

YOGYAKARTA (06/06/2012) pemda-diy.go.id Dalam rangka peringatan 100 tahun Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Rabu (06/06) hari ini diselenggarakan Seminar Pendidikan dengan topik Menggagas Renaisans Pendidikan: Pengukuhan Keistimewaan Pendidikan Yogya, di Aula Gedung Bank BPD, Jalan Tentara Pelajar, Pingit Yogyakarta.

Seminar menghadirkan nara sumber KRT. Jatiningrat (Kerabat Kraton Yogyakarta), Prof. Dr. Malik Fajar, Msc (Wakil Ketua PP Muhammadiyah), Prof.Dr.dr. Sutaryo, Sp.AK (Ketua P4S ML Tamansiswa), Prof.Dr. Mochammad Maksum (Wakil Ketua PB NU, Romo HJ. Suhardiyanto SJ (Dosen Sanata Dharma), Pdt. Tabita Kartika Christiani, Ph.D (Dosen UKDW), dan pemerhati sejarah Yogyakarta KH. Muhammad Jazir ASP.

Hadir pada seminar yang diselenggarakan kerjasama Dewan Pendidikan, Harian Kedaulatan Rakyat dan Yayasan Yogya Semesta dan didukung oleh BPD DIY ini, antara lain Direktur KR, para Rektor Perguruan Tinggi DIY, dan para Kepala Sekolah serta unsure masyarakat.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam keynote speechnya antara lain mengutarakan, pilar keistimewaan pendidikan harus merupakan sistem terbuka, yang berarti sistem tersebut tidak boleh diam, harus selalu mengantisipasi tantangan dan pengaruh dari luar dirinya, baik tantangan regional maupun global, yang menjadikannya tidak pernah berada dalam keseimbangan, tetapi di dalamnya selalu terjadi dinamika perubahan. Bahkan antar pilar dalam dialog budaya perlu diintesifkan bukan dengan slogan-slogan mati, tetapi melibatkan totalitas diri. Di dalamnya diperlukan kemampuan untuk merasa, kemampuan berempati dan kemampuan pemahaman sebagai inti dari prinsip dialogis.

Memang untuk melahirkan sikap saling pengertian (mutual understanding), kesalingpercayaan (mutual trust) dan saling menghormati (mutual respect) bukanlah pekerjaan mudah, tapi bisa dimulai dengan kesadaran dan kepekaan akan keberagaman model keistimewaan pendidikan kita, tandas Sultan.

Melalui proses dialogis dan mengimplementasikan ketiga kata kunci tersebut, lanjutnya, niscaya upaya melakukan Renaisans Pendidikan Berbasis Budaya: Pengukuhan Keberadaan Keistimewaaan Pendidikan-pun akan dapat tumbuh, mekar dan berkembang sinambung berkelanjutan (suistainable), sebagai bagian dari proses akulturasi membangsa yang bersifat organis-naturtalistik.

Menurut Sultan, renaisans budaya dengan melahirkan kembali puncak-puncak kejayaan budaya Mataram masa silam, diharapkan dapat mengukuhkan Keberadaan Keistimewaan Pendidikan Yogyakarta guna membangun peradaban Yogyakarta yang bermutu, damai, toleran, manusiawi dan bermartabat. Dengannya kemudian merumuskan signifikasi keberadaan fondasi budaya ke-Yogya-an terhadap ke lima pilar Keistimewaan Yogyakarta, yaitu prinsip hubungan, dialogis, keanekaragaman, de-teritorialisasi dan peta (certography), maka akan dapat dilakukan upaya-upaya konvergensif perpaduannya. Hal itu guna mengisi kehampaan visi Pendidikan Nasional Indonesia.

Direktur Utama Bank BPD DIY, Dr. Supriyatno, MBA dalam kesempatan itu mensitir pada salah satu sambutan Sri Sultan HB IX yang menginspirasi kepada Yogyakarta dan warga Indonesia, yaitu Sepenuhnya saya menyadari bahwa tugas yamg ada di pundak saya adalah sulit dan berat. Terlebih-lebih karena ini menyangkut mempertemukan jiwa barat dan timur agar dapat bekerja sama dalam suasana harmonis, tanpa yang timur harus kehilangan kepribadiannya. Walaupun saya telah mengenyam pendidikan barat yang sebenarnya, pada dasarnya saya adalah dan tetap orang jawa dan Indonesia.

Supriyanto berharap, dengan cuplikan sambutan almahrum Sultan HB IX tersebut dapat mengilhami seminar pendidikan yang dilaksanakan pagi hingga siang hari ini.

Sementara menurut Ketua Dewan Pendidikan Provinsi DIY, Prof. Wuryadi Sutomo, MM, Pilar Keistimewaan Pendidikan secara nyata telah mengisi pendidikan di Yogyakarta yang menyatu dengan masyarakat secara utuh yang terinspirasi dengan budaya Yogya. Sehingga pilar tersebut bisa menjadi renaisans pendidikan di Yogyakarta. (teb/rsd)

HUMAS

 

Bagaimana kualitas berita ini: