20 Jun 2012
  Humas Berita,

Sultan Bersedia Jadi Fasilitator Pada Dialog Jakarta - Papua

Sultan Bersedia Jadi Fasilitator Pada Dialog Jakarta - Papua

 

YOGYAKARTA (20/02/2012) pemda-diy-go.id - Dialog bukan solusi, melainkan media atau forum yang disediakan untuk memulai kebuntuan komunikasi politik antara Jakarta dan Papua. Komunikasi yang lebih intens dan reguler menjadi penting dalam rangka mengatasi ketegangan, saling curiga dan saling tidak percaya antara Jakarta dan Papua selama ini.

Dalam keynote speech pada Diskusi Buku Angkat Pena Demi Dialog Papua, di Theatrical Room, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Kamis (20/06), lebih lanjut Sri Sultan HB X mengemukakn, dialog damai bukan sesuatu yang instan, melainkan prosedur panjang yang harus dipersiapkan secara matang. Meski rumit, dialog sangat mungkin dilakukan dengan terlebih dahulu menciptakan kondisi-kondisi yang membuat para pihak semakin yakin untuk berdialog.

Tujuan diselenggarakannya diskusi buku ini menurut Elga Sarapung yang juga sebagai panita pelaksana, adalah untuk mempertajam pemahaman bersama tentang dialog Jakarta-Papua. Selain itu untuk menemukan bersama hal-hal penting yang diperlukan untuk menindaklanjuti janji dan harapan untuk Dialog Jakarta-Papua.

Pilihan dialog katanya, sangat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh banyak orang, bukan kekerasan. Dialog merupakan jalan yang tentunya tidak mudah namun tetap bisa dilakukan dan akan memberikan hasil yang menjanjikan, namun kekerasan adalah jalan yang mudah, yang sewaktu-waktu bisa dilakukan, tetapi akan menghasilkan berbagai macam mala petaka secara terus menerus.

Perlu diketahui, buku Angkat Pena Buat Papua karya Pater Neles Kedababi Tebay ini merupakan kumpulan beberapa artikel opini tentang dialog Jakarta-Papua dan telah diluncurkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei lalu. Sedang diskusi buku tersebut merupakan kerjasama PSKP, UGM, Fakultas Dakwah UIN SUKA, PUSHAM-UII, PUSHAM-UAJ, PSPP-UKDW, Institut Dian/Interfidei. Sebagai panelist dalam acara tersebut adalah Syafii Maarif yang merupakan tokoh Agama, Said Agil Siraj (tokoh ormas Islam Indonesia), PM Laksono (anthrolog), dan Adriana Elizabeth (peneliti Papua Road Map).

Menjawab pertanyaan dua peserta yang pada intinya menanyakan apa yang bisa diberikan Sultan untuk Papua, Sultan mengemukakan bahwa pada dasarnya dirinya akan bersedia menjadi fasilitator seperti yang pernah dilakukan di Ambon.

Untuk dialog antara Jakarta-Papua, saya bersedia menjadi fasilitator sekaligus meng-approach Pemerintah Pusat apabila di minta, terang Sultan. (teb/rsd)

HUMAS

 

Bagaimana kualitas berita ini: