27 Mar 2013
  Humas Berita,

Sultan Buka Sarasehan Sinergitas Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten Sleman

Sultan Buka Sarasehan Sinergitas Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten Sleman

SLEMAN, (27/03/2013)portal.jogjaprov.go.id. Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono Xberharap kepadaPemerintah Kabupaten Sleman khususnya bagi para Kepala Desa, Camat, Wakil Bupati dan Bupati agar bisa menangani problem-problem sosial dan konflik-konflik sosial yang ada di wilayah kerjanya,serta berinisiatif berperan aktif didalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Dan TNI, Polri membantu peran yang dilaksanakan oleh para kepala wilayah tersebut.

Harapan Sultan tersebut disampaikan ketika membuka Sarasehan Sinergisitas Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten Sleman yang diselenggarakan Polres Sleman bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Sleman, tadi pagi (Rabu,27/03) di Gedung Serbaguna, Beran, Kabupaten Sleman.

Untuk itu Sultan minta kepada ketiga unsur yaitu :level Kelurahan/Desa, level Kecamatan dan level Kabupaten apabila tidak bisa menyelesaikannya, dimohon untuk menghubungi provinsi, dalam hal ini kepala wilayah, yaituGubernur yang bertanggungjawabakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Peran ini dilaksanakan bersama oleh Pembina territorial (TNI dan Polri).

Bupati Sleman Drs.H.Sri Purnomo, MSi dalam sambutan selamat datang menyatakan bahwa, sarasehan yang bertemakan "Sinerginitas Penanganan Konflik Sosial di Kabupaten Sleman" merupakan salah satu upaya untuk menyamakan persepsi dan komitmen didalam menangani konflik sosial, mengingat akhir-akhir ini ada beberapa kasus konflik sosal yang kebetulan terjadi di kabupaten Sleman, sehingga hal tersebut harus dikelola dengan baik.

Menyangkut terjadinya konflik sosial di masyarakat yang disebabkan gesekan-gesekan antar sesama anggota masyarakat, sesama mahasiswa akibat perbedaan kepentingan sehingga menggangu keamanan, kenyamanan masyarakat. Karenanyabupati akan membentuk Satuan Tugas Penanganan Konflik Sosial yang anggotanya terdiri dari Pem Kab Sleman, Polres Sleman, Kodim Sleman, Instansi terkait serta tokoh masyarakat. Dengan satuan tugas tersebut harapan Bupati Sleman dapat tercipta kehidupan masyarakat yang aman, dan tentram serta dapat menjamin berlangsungnya fungsi pemerintahan.

Sementara itu Komandan Rayon Militer O72 Pamungkas Brigjend Adi Wiyaya dalam sambutan pengarahannya mengatakan bahwa, dalam rangka menciptakan rasa aman, nyaman dan tertib semua anggota masyarakat harus bertanggtungjawab. Oleh karena itu apa bila terjadi konflik harus segera dicari akar permasalahannya agar konflik tersebut tidak menjadi besar. Disitulah peran semua unsur masyarakat yang terdiri dari: Pemerintah, Polri dan TNI bersama-sama ikut bertanggungjawab.

Sedangkan kapolda DIY Brigjen Pol Sabar Raharjo dalam kesempatan itu menyatakan bahwa, sinergitas itu bukan soal hadirnya dalam pertemuan ini, tetapi mengacu pada Inpres 02 tahun 2013 tentang Penanganan Konflik Sosial dimana di Tahun 2013 ini secara prediksional merupakan tahun yang menentukan dalam menghantarkan tahun 2014 mendatang dalam menghadapi Pemilu.

Oleh karena aparat, pejabat dan masyarakat yang hadir dalam sarasehan tersebut, sepulangnya dari acara inti diharapkan untuk segera mengidentifikasi potensi konflik di wilayahnya masing-masing dalam bentuk sekecil apapun. Potensi konflik ini harus ditangani oleh pihak yang berkompeten dengan baik dan jangan asal-asalan.

Kapolda Sabar Rahardjo mencontohkan beberapa potensi yang memicu konflik seperti : kali Gendol Lereng Merapi dengan potensi pasirnya, Gua pindul di Gunungkidul, Pasir Besi di Kulonprogo.Kalau potensi tersebut tidak dikelola dengan baik oleh pihak yang berkompeten di wilayah masing-masing maka akan terjadi konflik.

Agar tidak terjadi konflik potensi sekecil apapun diwilayah RT,RW,Dusun, Desa dan lain-lain, harus dikelola sejak awal supaya tidak menimbulkan ke konflik yang lebih besar, tandas Sabar Raharjo

Dibagian lain Gubernur DIY Sri Sultan HB X terkait dengan menciptakan rasa aman dan ketertiban masyarakat menyatakan bahwa, diperlukan sinergitas dari unsur-unsur lain, kelompok lain, organisasi-organisasi lain untuk bersama-sama bersatu padu dengan pemerintah daerah sebagai Pembina wilayah maupun Pembina territorial dalam menjaga rasa aman dan nyamannya masyarakat.

Sultan memberikan beberapa contoh, segala permasalahan yang ada ditengah-tengah masyarakat entah itu perebutan lahan, perkelahian atau pertengkaran keluarga yang berujung dengan pembunuhan, peristiwa-peristiwa seperti itu semua hanya dibebankan kepada Polri, tanpa adanya pandangan-pandangan dari pimpinan daerah. Hal seperti menurut Sultan tidak dibenarkan. Mestinya kepala daerahlah yang bertanggung jawab terhadap permasalahan dan kondisi diwilayahnya itu.

Sultan tidak menghendaki terjadinya kesalahpahaman, yang penyelesaiannya identik dengan kekerasan. Dia ingin bagaimana Kepala Desa, camat, babinkantibmas ini berperan lebih dominan untuk mengidentifikasi dan melakukan sinergitas dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain. Disinilahakantercipta rasa aman, nyamannya masyarakat, tambah Sutan.

Menyinggung beberapa kasus yang terjadi seperti perebutan lahan parkir, eksekusi tanah /pengosongan tanah yang kalah diputus pengadilan sehingga dihalang-halangi yang pada akhirnya proses hukum tidak bisa berjalan, mungkin disitu menyangkut dengan tidak adanya ruang masuk untuk lapangan kerja. Kalau hal itu yang menjadi permasalahan Sultanpun siap membantu asal dia mau bekerja.

Sementara itu menyangkut masih terjadinya gesekan antar mahasiswa yang belajar di Yogyakarta Sultan menyatakan bahwa, apabila saat ini masih terjadi perkelahian antar pelajar, antar mahasiswa yangsama-sama belajar di Jogja, berarti Jogja itu mundur 40 tahun yang lalu. Kalau 40 yang lalu terjadi perkelaian mahasiswa itu wajar, karena belum adanya dinamisasi dan akulturasi budaya di Yogyakarta. Tetapi setelah terjadinya dinamisasi dan akulturisasi Budaya antara pendatang dari luar jogja dengan masyarakat lokal, maka saat ini sudah terjadi hamonisasi.

Makanya, banyak mahasiswa luar Jogja itu bisa bahasa jawa, karena dia belajar di Jogja, tetapi Sultan tidak ingin mereka itu jadi orang jawa, karena tugas dia ke Jogja itu belajar, kalau sudah selesai mestinya kembali ke asalnya.

Namun apabila sekarang terjadi perkelahian antar mahasiswa itu karena mereka yang tinggal di asrama tidakbisa mewujudkanharmonisasi dan akulturasi budaya di Yogyakarta. Inilah yang menjadi kekawatiran Sultan. Ketika dia tinggal di Asrama tidak terjadi dinamisasi, harmonisasi serta akulturasi budaya dengan lingkungannya.

Menyikapi hal tersebutagar tidak terus terjadi, Sultan minta Bupati Walikota di Jogja untuk pembangunan asrama etnik yang berlokasidi Jogjakarta, untuk dipersulit.

Karena dengan banyaknya asrama tandas Sultan, Jogja dirugikan, Kebhinekaan yang sudah mewarnai di Jogja, tetap akan memicu rasa "ke AKU annya" yang muncul, bukan kekitaannya yang muncul. Sultan inginkan "Kita bicara Untuk Kita, Bukan Kita Untuk AKU". "Aku harus berkonstribusi untuk kita, tidak bisa kamu harus ikut aku". Gubernur DIY Sri Sultan HB X menginginkan bagaimana semua yang ada di Jogja ini bisa punya berkontribusi untuk kekitaan, karena kesepakatan kita dari yang berbeda-beda ini menyatukan diri sebagai Bangsa Indonesia.(Kar)

HUMAS DIY

Bagaimana kualitas berita ini: