25 Okt 2011
  Humas Berita,

Sultan Buka Semnas Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi

Sultan Buka Semnas Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi

 

Sultan meninjau Pameran dalam Seminar Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Spesifik LokasiYOGYAKARTA (25/10/2011) pemda-diy.go.id Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, membuka Seminar Nasional (Semnas) Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi, di Aula Sekolah Tinggi Teknologi Pertanian (STTP) Yogyakarta, Selasa (25/10).

Seminar Nasional yang berlangsung mulai tanggal 24 hingga 26 Oktober ini, dimaksudkan sebagai ajang pertukaran pengalaman dan informasi antar peneliti di lembaga penelitian dan perguruan tinggi, antar peneliti dengan penyuluh, penentu kebijakkan dan pengguna teknologi. Selain itu seminar juga dimaksudkan untuk mengenalkan dan mempromosikan beberapa teknologi yang layak untuk dikembangkan, dengan harapan para pelaku usaha dapat menangkap teknologi tersebut untuk kesejahteraan masyarakat terutama di wilayah pedesaan. Seminar akan mempresentasikan sekitar 180 makalah, 60 makalah diantaranya dipresentasikan secara perorangan.

Gubernur DIY Sri Sultan HB X dalam sambutannya menyambut baik dan memberikan apresiasi dengan penyelenggaraan Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi yang ditandai dengan komunikasi dan diseminasi hasil-hasil penelitian sebagai medium peningkatan kemampuan petani dan pengembangan pertanian. Sebab tujuan pembangunan pertanian adalah membangun sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Dikemukakan, salah satu faktor penting untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah diterapkannya inovasi teknologi spesifikasi lokasi yang bermutu pada setiap sub sistim agribisnis oleh petani. Kendati terkadang teknologi yang sangat strategis dalam menekan informasi input menjadi ouput baik itu sub sistim yang menentukan keunggulan kompetitif produk-produk petani, dimana dalam hal ini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) diberikan mandat untuk merekayasa inovasi tekonologi yang spesifik tersebut. Tetapi nyatanya sumber teknologi utama penyuluh pertanian bukan lagi institusi penelitian pemerintah, dan sumber teknologi utama petani juga bukan lagi penyuluh pertanian.

Temuan tersebut sejalan dengan belum adanya kontribusi signifikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bisa mengatasi berbagai persoalan besar pembangunan pertanian di Indonesia. Hasil pengamatan pihak eksternal menunjukkan, kecepatan di tingkat pemanfaatan informasi yang dihasilkan pada bidang pertanian cenderung melambat, bahkan menurun. Selain itu ada indikasi bahwa strategi paska pengkajian tidak diformulasikan secara cerdas di lapangan, karena pengkaji kurang berminat mengamati feedback dari petani atas penerapan teknologi tersebut, terang Sultan.

Menurut Sultan, efek ganda suatu teknologi yang dikaji oleh BPTP akan terjadi kalau teknologi tersebut diterapkan oleh para petani secara terus menerus dan menjadikannya teknologi lestari yang memunculkan teknologi-teknologi baru yang lebih baik, karena dikembangkan sendiri oleh petani. Kenyataan itu mengindikasikan bahwa hasil prestasi BPTP tidak sampai kepada para penyuluh pertanian, atau hasil-hasil pengkaji disampaikan kepada penyuluh tetapi tidak tepat waktu dan tepat tuju. Selain perlu menjadi bahan instropeksi, sebab di khawatirkan hasil-hasil pengkaji BPTP tidak sesuai dengan kebutuhan para penyuluh pertanian dan juga bagi petani itu sendiri.

Dalam kaitan tema itu lanjut Sultan, memang harus diakui bahwa dana untuk alih teknologi pertanian sangat terbatas, yang berdampak sangat terbatasnya pula hasil-hasil inovasi yang diaplikasikan di lapangan pertanian. Bersamaan dengan itu harga input produksipun meningkat tajam diikuti pula banyaknya pemalsuan terhadap sarana produksi pertanian.

Itulah dilema yang dihadapi kalangan petani kita, selain minimnya kaum interpreneur yang berani mengambil resiko.

Salah satu jawaban strategis untuk mempercepat terbentuknya masyarakat agrobrandid di kalanmgan petani itu adalah melalui inkubator agribisnis berbasis teknologi. Ada empat tipe inkubator teknologi, tetapi hanya dua yang terkait dengan agrobisnis, pertama teknovoges inkubator, yaitu riset terpadu yang melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset dan pusat swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Kedua, sektor spesifik inkubator, yang diarahkan pada optimalisasi sumber daya lokal untuk mengembangkan usaha baru di sektor tertentu atau pembentukan klaster-klaster pertanian.

Dari ke dua model inkubator itu diharapkan akan muncul akrupreneur- akrupreneur muda di bidang agribisnis yang mampu membangun jaringan kerja baik di dalam klaster sendiri maupun antar klaster pertanian yang terbangun, yang dampak lanjutannya adalah terciptanya secara eknomi yang memungkinkan produk-produk agrobisnis dan agroindustri kita berdaya saing tangguh, ungkap Sultan. (rsd)

HUMAS Ro UHP DIY

Bagaimana kualitas berita ini: