25 Okt 2012
  Humas Berita,

Tutupan Hutan Di Pulau Jawa Terendah Di Indonesia

Tutupan Hutan Di Pulau Jawa Terendah Di Indonesia

 

Meneg LH: Perbaikan Lingkungan Hidup Belum Sebanding Dengan Kerusakan Lingkungan

SLEMAN (24/10/2012) pemda-diy.go.id
Pulau Jawa merupakan pulau yang tutupan hutannya paling rendah di Indonesia yaitu hanya 0,74 persen dari total tutupan hutan di Indonesia atau 10,27 persen dari total luasan pulau Jawa. Sementara tutupan paling luas adalah Pulau papua dengan tutupan luas hutan 17,14 persen dari tutupan hutan di Indonesia atau 77,58 persen luas pulau Papuatutupan lahan berhutan.Total luasan tutupan berhutan Indonesia saat ini 48,79 persen dari luas wilayah Indonesia, sedangkan sisanya adalah tutupan non hutan dengan 51,21 persen luas Indonesia.

Demikian dikemukan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Prof.DR. Balthsar Kambuaya, MBA ketika membuka Seminar dan Workshop Peluang dan Tantangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di era otonomi daerah yang diselenggarakan Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta, dalam rangka Peringatan Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) t2012 kerjasama UGM dengan Kementerian Lingkungan Hidup, tadi pagi (Rabu,24/10) di Ruang Langenmulyo, Hotel Jogja Plaza, Sleman,Yogyakarta yang juga dihadiri Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX dan Wakil Rektor UGM Bidang Penelitidan Dan Pengabdian Masyarakat Prof.Dr.Suratman, MSc.

Meneg LH Balthsar Kambuaya lebih lanjut mengatakan bahwa isu lingkungan hidup semakin hari menjadi isu yang sangat penting untuk ditangani, karena lingkungan hidup semakin hari tidak semakin membaik, penanganan perbaikannyapun belum sebanding dengan peningkatan persoalan lingkungan.Misalnya permasalahan kerusakan lingkungan, terutama berkaitan kerusakan lingkungan di daerah Aliran Sungai (DAS), keanekaragaman hayati, serta pencemaran lingkungan air dan udara. Bahkan kondisi kerusakan lingkungan yang semakin meningkat diperparah dengan terjadinya dampak perubahan iklim, seperti kekeringan, banjir, longsor dan lainnya.

Berbagai kerusakan lingkungan tersebut menurut Men KLH akan memiliki dampak negative pada aspek ekonomi dan sosial. Berbagai perkiraan kerugian yang disebabkan oleh dampak kerusakan lingkungan menunjukkan angka yang sangat signifikan. Kerugian akibat pencemaran udara di Jakarta saja diperkirakan sedikitnya mencapai Rp.3,8 trilyun pertahun pada tahun 2002.

Sementara itu Gubernur DIY dalam sambutan tertulisnya yang di bacakan Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX mengatakan bahwa air,udara dan lahan merupakan sumberdaya abiotik yang sangat esensial bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Keberadaan ketiga sumberdaya tersebut tandas Sri Sultan HB X melalui Wakil Gubernur DIY baik secara kualitas maupun kuantitas berpengaruh terhadap derajad kesehatan dan kesejahteraan kehdupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Disamping itu juga menurut Gubernur DIY kualitas dan kuantitas ketiga Sumberdaya ini juga dapat menyebabkan menurunnya derajad kesehatan dan kesejahteraan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu lanjut Sultan , air, udara, dan lahan merupakan sumberdaya yang penting dan mendasar untuk mendapat prioritas dalam penegelolaannya.

Secara tradisional, masyarakat Indonesia sudah memilik kearifan local dalam menjaga kelestarian dan kesinambungan sumberdaya alam . Kebutuhan-kebutuhan mereka dari generasi ke generaasi dipenuhi dari sumberdaya alam tersebut , tanpa harus merusak atau menghabiskan sumberdaya ini ( sustainable development)

Untuk itu di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pelestarian lingukungan dan sumberdaya ala mini memiliki filosofi pembangunan Hamemayu Hayuning Bawono, yang mengandung arti membangun dengan ramah lingkungan hidup agar duni menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari).

Ungkapan ini adalah sikap dan perilaku manusia yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan illahi dalam melaksanakan hidup dan kehidupannya.

Dibagian lain dalam sambutannya Menteri Lingkungan Hidup mengingatkana bahwa Otonomi daerah yang digulirkan bersamaan dengan berjalannya era reformasi memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah untuk menjalankan pemerintahannya secara otonomi sangat berdampak pada kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Praktek-praktek pelaksanaan otonomi daerah dikawatirkan semakin meningkatkan laju kerusakan lingkungan hidup akan semakin terdegradasi dan membahayakan keberlanjutan serta sumbangannnya terhadap keberlanjutan perekonomian nasional.

Melalui Workshop selama dua hari (24-25 Oktober 2012) ini Gubernur DIY berharap dapat dicapai sinergi dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga genersi-generasi setelah kita tetap dapat menikmati segala kenikmatan yang telah di sediakan alam oleh Tuhan ini.

Turut menyampaikan materi paparannya para pakar lingkungan baik dari UGM maupun dari Jakarta serta pemerhati lingkungan dan diikuti berbagi isntitusi pemerhati lingkungan baik dari perguruan Tinggi negeri/swasta di DIY dam Jateng. (Kar)

HUMAS

Bagaimana kualitas berita ini: