15 Nov 2011
  Humas Berita,

waspada banjir dan longsor

Waspada Banjir dan Longsor, Puncak Hujan Masih Bulan Januari Februari 2012

Kepala Seksi Kegunungan BPPTK Yogyakarta menyampaikan makalah kondisi Gunung Merapi di musim penghujanSekda DIY: paradigma penanganan bencana dari responsive perlu diubah menjadi preventif.

Yogyakarta(15/11/2011)pemda-diy.go.id. Meskipun untuk beberapa hari ini di Yogyakarta telah terjadi hujan deras, akan tetapi untuk puncaknnya baru akan terjadi di bulan Januari dan Februari 2012 mendatang. Untuk itu baik masyarakat maupun unsur-unsur terkait untuk tetap meningkatkan kesiapsiagaan bencana apalagi yang berdomisili di seputaran aliran sungai yang berhulu dari Gunung Merapi di Sleman.

Hal tersebut disampaikan BMKG Yogyakarta Drs.Muhammad Riadi dalam Rapat Koordinasi Daerah Ketenteraman,Ketertiban masyarakat dalam rangka Kesiapsiagaan menghadapi Kebencanaan di Musim penghujan di Wilayah Provionsi DIY tadi pagi (Selasa,15/11) di ruang Kalasan Hotel Inna Garuda.Jln.Malioboro,Yogyakarta.

Lebih lanjut Drs Muhammad Riadi menyatakan bahwa intensitas hujan yang akan terjadi tahun 2012 mendatang ini di Provinsi DIY tiap-wilayah akan tidak sama dan dari data dan hasil survey yang telah dilakukan BMKG selama kurun waktu 30 tahun intensitas hujan terbagi dalam 8 zone wilayah yaitu zone,121,137,138,130,150, 151,149 dan zona 140 dimana intensitas hujan paling lebat dan kerap adalah zona 121 terluas hampir merata di DIY dan terlebat terjadi di lereng Merapi.

Terjadinya intensitas hujan seperti ini juga dipengaruhi oleh iklim global yaitu El Nino dan La Nina dimana El Nino akan mempengaruhi panjangnya masa kemarau dan La Nina sangat mempengaruhi lamanya masa musim hujan.

Sementara itu Kepala Seksi Kegunungan Balai Penelitian dan Pengembangan
Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Sri Sumartini dalam pemaparannya yang berjudul Kondisi Gunung Merapi dan bahanya lahar hujan diantaranya menjelaskan bahwa dalam rangka melakukan pengamatan dipuncak dan lereng Merapi pihak BPPTK Yogyakarta telah memasang 16 kaca reflector yang berfungsi untuk mengambil data melalui laser BPPTK untuk memberikan informasi perkembangan terbaru yang terjadi di puncak dan lereng merapi tersebut.

Terkait dengan bahaya yang mencancam dari Merapi menurut sri Sumartini terbagi dalam 3 jenis bahaya yaitu bahaya primer, bahaya Sekunder dan bahaya tersier. Bahaya primer kita tidak bisa menghindari, karena bisanya kita hanya mengalah ketika bencana itu akan terjadi kita harus siap mengalah pindah atau mengungsi karena kitpun tidak bisa melawannya. Sedangkan kalau bahaya sekunder juga akan tak kalah dahsyatnya dari erupsi merapi dan akan berdampak lebih luas,apalagi di puncak dan lereng merapi masih tersipan lebih dari 130 juta meter kubik material merapi apabila terjadi hujan akan terjadi banjir lahar . Sementara bahaya tersier juga akan terjadi mengingat timbunan material marapi sangat tebal dimana dibeberapa wilkayah akan terjadi kekurangan air mengingat sumber mata air dangkat telah terserap panasnya timbunan material merapi yang suhunya masih 500 derajat.

Menyangkut dengan kesiapsiagaan Kebencanaan dalam menghadapi musim penghujan di Provinsi DIY 2012 mendatang Sekda Provinsi DIY Drs.H.Ichsanuri.MM dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DIY Hendar Susilowati.SH menyatakan bahwa dengan terjadinya Perubahan iklim di negara kita tidak saja mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan , namun juga mengakibatkan kerugian ekonomi bahkan sampai merenggut jiwa manusia. Luasnya kerusakan hutan dan perubahan fungsi lahan, yang kemudian memberikan kontribusi besar bagi memburuknya perubahan iklim di Indonesia, adalah sebuah fakta. Bencana lingkungan mengancam kita.

Menurut Sekda DIY sejarah telah mencatat bahwa gempa bumi pada 27 Mei 2006, erupsi Merapi akhir bulan Oktober dan awal November 2010 lalu, tentu sudah bisa rasakan dampak dan akibatnya dan hal itu juga tentunya bisa memberikan pelajaran yang berharga bagi kita semua.

Apalagi saat ini juga telah memasuki musim penghujan dengan intensitas yang tinggi dan ancamannya pun menghantui masyarakat Yogyakarta yang tinggal dipinggiran bantaran sungai dengan ancaman lahar dinginnya. Karena sungai yang membelah kota Yogyakarta tersebut berhulu dari puncak Merapi. Oleh karena sedikitanya ada 13 ribu jiwa di 8 Kecamatan di Kota Yogyakarta yang terancam lahar dingin Merapi tersebut.

Oleh karena itu , Pemerintah Provinsi DIY memandang pentingnya memberikan pemahaman konsep pengurangan resiko bencana ini dimasukkan dalam system perencanaan pembangunan. Disamping itu pula mengingat DIY sebagai daerah yang pernah mengalami langsung bencana alam, baik gempa bumi maupun letusan merapi, kesiapsiagaan Pemerintah Pusat,Pemerintah Provinsi,kabupaten /Kota se DIY dan juga masyarakat sangat penting.

Kebiasaan bersikap responsive dalam menyikapi datangnya bencana, di mana kita baru sadar dan melakukan upaya penanganan setelah terjadi bencana alam itu dan itu harus segera diubah. Karenanya paradigma penanganan bencana perlu diubah dari responsive menjadi preventif.

Sementara itu Medi Harlianto dalam kesempatan Rakorda Ketenteraman dan Ketertiban dalam rangka menghadapi kebencanaan Musim Penghujan tersebut mengatakan bahwa permasalahan yang sering dihadapi dalam penanganan bencana adalah sulitnya dalam koordinasi karena sangat dipengaruhi oleh tersedianya SDM di masing-masing wilayah yang tidak sama, sehingga pertemuan semacam ini sangat penting dilaksanakan.

Rapat Koordinasi dalam rangka Kesiapsiagaan menghadapi Kebencanaan di Musim penghujan di Wilayah Provinsi DIY menurut Ketua Panitia penyelenggara Haryanto SH. bertujuan untuk terdesiminasikan peraturan dan perundangan-undangan Keamanan dan Ketertiban di DIY ,terjalinnya koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mewujudkan ketenteraman dan ketertiban di Provinsi DIY serta harmonisasi dan sinkronisasi Provinsi dan kabupaten /kota dalam mengupayakan ketenteraman dan kertiban dan kesiapsiagaan bencana dalam menghadapi musim hujan di DIY dan berlangsung selama 2 hari hingga rabu besok. (Kar)

HUMAS Ro UHP Provinsi DIY

Bagaimana kualitas berita ini: