02 Apr 2013
  Humas Berita,

Yogyakarta Tuan Rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Bupati Walikota Kota Inklusif

 

 

 

YOGYAKARTA (02/04/2013) Yogyakarta tuan rumah Pertemuan Tingkat Tinggi Bupati Walikota untuk Kota-kota Inklusif. Pertemuan berlangsung di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta, Selasa (02/04).

 

 

Dalam kesempatan itu pula UNESCO dan Pemkot Yogyakarta menandatangani MoU Program Disabilitas Promoting Social Inclusion of People Living with Disabelities in Indonesia. Penandatanganan dilakukan Direktur Kantor Perwakilan UNESCO Prof. Hubert Gijzen dan Walikota Yogyakarta Drs. Haryadi Suyuti.

 

 

Hubert Gijzen dalam sambutannya mengemukakan, pertemuan ini adalah bagian dari prakarsa PBB untuk mendukung penyebaran dan pelaksanaan dari Konvensi PBB mengenai Hak Asasi Penyandang Disabilitas (UNCPRD) adalah instrumen hak asasi manusia dengan dimensi inklusi sosial terbuka yang menegaskan kembali bahwa semua orang dengan semua disabilitas harus dapat menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan berdasarkan pada asas kesetaraan

 

 

Tujuan dari pertemuan ini kata Hubert, untuk mendiskusikan tantangan dan peluang dalam memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas dalam berbagai bidang, seperti pekerjaan, pendidikan, dan partisipasi dalam kehidupan publik dan politik.

 

 

Pertemuan Tingkat Tinggi Bupati dan Walikota untuk Kota-kota Inklusif akan menyediakan kesempatan untuk saling berbagi mengenai penerapan-penerapan terbaik dari berbagai wilayah di Indonesia, ujarnya.

 

 

Sementara Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengatakan, Malioboro diupayakan sebagai pilot proyek untuk memfasilitasi kaum disabilitas agar dapat perlakuan yang setara dengan warga yang lain. Namun jalan yang mereka peruntukan justru dipenuhi kendaraan roda dua yang parker. Untuk itu Sultan mengajak para pedagang kaki lima yang ada di sepanjang Malioboro untuk berpartisipasi memberikan dukungan moril serta mengamankan program uji kemanusiaan tersebut, sebagai bentuk berbagi rasa serta meningkatkan empati.

 

 

Selama ini, para disabel dianggap selalu perlu bantuan. Pandangan ini tidaklah tepat, ketidak mampuan fisik yang terbatas,membuat mereka membutuhkan fasilitas kusus, kalau fasilitas itu ditiadakan, penyandang disable akan sangat tergantung kepada orang lain. Kalau itu terjadi terus menerus tentu ada dampak psikologisnya, mereka merasa tidak berharga dan menderita perasaan rendah diri. Padahal kemampuan intelektualnya tidak diragukan dan mampu untuk mengamalkan ilmunya kepada sesama, ungkap Sultan.

 

 

Oleh sebab itu kota yang layak dihuni harus mempunyai karakteristik manusiawi, harus mempunyai perencanaan yang sifatnya demokrasi, dimana setiap warga dituntut berpartisipasi, dapat berinteraksi tanpa dihambat oleh perbedaan. Ada atau tidak ada penyandang disable, kota harus dibangun infrastruktur yang dapat diakses untuk semua golongan. (ip/rsd)

 

 

 

HUMAS

 

Bagaimana kualitas berita ini: