24 Jun 2024
  Humas DIY Berita,

Sulap Tanah Kalurahan, Greenhouse Melon Premium Hasilkan Jutaan Rupiah 

Gunungkidul (24/06/2024) jogjaprov.go.id - Pemerintah Kalurahan Kedungpoh, Nglipar, Gunungkidul mengambil langkah strategis dalam mengoptimalkan tanah kalurahan pertanian melalui Lumbung Mataraman. Tanah kalurahan seluas 2 hektare di desa tersebut disulap menjadi sentra tanaman budidaya holtikultura utamanya melon premium yang dikelola petani setempat. Mulai budidaya hingga penjualan telah memberikan dampak terhadap peningkatan perekonomian petani setempat

Tak hanya itu, petani khususnya Kelompok Wanita Tani (KWT) di 10 Padukuhan Kalurahan Kedungpoh yang tergabung dalam Lumbung Mataraman Kedungpoh pun berinovasi dengan merambah budidaya tanaman holtikultura lainnya. Lumbung Mataraman Kedungpoh tersebut menggunakan teknologi budidaya greenhouse melon yang mampu menghasilkan jutaan rupiah dengan keuntungan berlipat dari modal yang digelontorkan.

Ditemui di Lumbung Mataraman Kedungpoh pada Kamis (20/06), Direktur Organisasi Lumbung Mataraman Kedungpoh, Didik Purnomo mengungkapkan, tanah kalurahan yang dipergunakan sebagai lahan pertanian dalam lumbung mataraman tersebut sekitar 2 hektar. Selain melon, sebagai komoditas unggulan yang dibudidaya, lahan pertanian juga ditanami dengan berbagai tanaman hortikultura lainnya seperti cabai, bawang, anggur, markisa, papaya, dan timun.

“Yang dipakai adalah tanah kalurahan kurang lebih 2 hektar. Kita dari awal berusaha melibatkan semuanya, terutama untuk pertanian karena kita fokusnya di pertanian. Kita alokasikan dana keistimewaan untuk peternakan dan pertanian dengan budidaya hortikultura supaya ada perputaran. Jadi ketika hewan ternak menghasilkan kotoran, kotoran bisa dijadikan pupuk. Selain dipakai sendiri, pupuk itu bisa dikomersilkan sehingga menghasilkan nilai yang lebih,” ungkapnya.

Didik menyebutkan diantara berbagai tanaman hortikultura yang dibudidayakannya, melon menjadi komoditas yang diunggulkan dari Lumbung Mataraman Kedungpoh. Hasil produksinya pun langsung memasuki pasar lantaran masa panen yang terbilang lebih cepat sekitar dua bulan untuk sekali panen. Budidaya melon di Gunungkidul masih terbilang jarang.sehingga hasil panen melon berjenis golden kinanti dan sweet lavender ini saat dijual langsung ludes dalam kurun waktu satu atau dua hari.

Dari hasil penjualan menghasilkan keuntungan yang berlipat dari modal yang dikeluarkan. Setelah dua kali panen, saat ini budidaya melon tersebut tengah memasuki masa penanaman ketiga. 

“Kita di modal kira-kira sekitar Rp 2 juta, setelah panen hasilnya cukup lumayan bisa dijual Rp 8 juta. Jadi ketika biaya tanam itu dikurangi dengan pengeluaran, saya rasa itu keuntungan yang lumayan untuk bisa kami kembangkan lagi. Untuk modal hingga biaya perawatan. Jadi kita masuk ke industri pertanian modern. Contohnya kita tanam melon ini tetap hitung-hitungan. Kalau nanti rugi, ya ngapain kita tanam,” tandasnya.

Dikatakan Didik, dalam sekali panen 300 buah melon yang diperoleh memiliki berat rata-rata sekitar 2 kg. Pada panen pertama, buah melon dijual seharga Rp18.000,00 per kg. Sementara, pada panen kedua, dihargai Rp20.000,00 per kg. Masa budidaya melon ketiga ini pun kini dilakukan semi modern dengan menggunakan alat timer untuk membantu proses penyiraman, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

“Untuk saat ini memang melon yang diunggulkan karena melon kami sudah dua kali panen itu masih kurang. Makanya kita sudah koordinasi dengan pemerintah kalurahan untuk membangun greenhouse lagi yang lebih besar,” terang Didik.

Didik menyampaikan, selain melon, budidaya komoditas cabai turut menghasilkan keuntungan yang terbilang lumayan dengan masa hidup tanaman cabai yang dapat mencapai dua tahun ketika dirawat dengan baik.Dibandingkan budidaya padi atau jagung yang membutuhkan lahan luas, dengan menggunakan lahan sekitar 10 m x 32 m, budidaya cabai di Lumbung Mataraman Kedungpoh dalam sekali panen mampu menghasilkan Rp 9 juta hingga 10 juta. Kelemahannya harga cabai terkadang turun menjadi Rp 10 ribu atau Rp 15 ribu per kg.

“Karena musim cabai itu tahan sekitar satu tahun atau bahkan lebih, pasti kita menemui harga yang bagus. Dan itu sudah dipertimbangkan juga banyak sekali tanaman-tanaman lainnya yang kira-kira hasilnya lumayan. Jika dikalkulasi lebih menguntungkan ketika menanam hortikultura. Karena di lokasi ini kan luas dan kebutuhan air juga lumayan. Jadi bisa menghasilkan tanaman pangan sekaligus tanaman hortikultura,” papar Didik.

Didik menerangkan hasil penjualan panen komoditas budidaya yang diperoleh, sebagian besar diperuntukkan kepada masyarakat yang bekerja di lapangan. Sebagai fasilitator, dirinya beserta jajaran hanya menerima beberapa persen untuk digunakan sebagai modal perawatan berbagai sarana dan prasarana.

“Yang merasakan keuntungan sementara hanya KWT saat ini Jadi KWT menanam cabai padahal lahannya tidak terlalu luas hanya sekitar 10 m kali 32 m itu kurang lebih menghasilkan 9-10 juta. Itu luar biasa sekali dan itu kan senang sekali mereka. Itu nanti diharapkan menjadi efek bagi masyarakat lebih luas seperti itu,” kata Didik.

Sebagaimana Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 24 Tahun 2024 tentang Pemanfaatan Tanah Kalurahan, penggunaan Tanah Kas Kalurahan oleh Pemerintah Kalurahan yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin setempat dan mengurangi angka pengangguran. Dimana berujung pada kesejahteraan masyarakat.

“Kami berharap kehadiran lumbung mataraman yang memanfaatkan tanah kalurahan efeknya akan lebih luas ke dusun masing-masing. Karena yang terlibat dari KWT masing-masing padukuhan. Jadi diharapkan ini hanya sebagai percontohan dan bisa ditularkan ke masing-masing padukuhan. Saya yakin banyak lahan pertanian yang bisa dioptimalkan dengan budidaya tanaman yang bervariasi. Efeknya akan luar biasa dan dampaknya akan lebih luas nantinya,” pungkas Didik. (Han/Jon/Yd/Fn/Cbs/Sd/Ip/Wp/Rcd)

Humas Pemda DIY

Bagaimana kualitas berita ini: